Tuesday 31 January 2012

Memakan Daging Unta,Apakah Membatalkan Wudhu Atau Tidak?

Oleh:Ust Abdullah Haidir
Hadits tentang batalnya wudhu karena memakan daging onta di sebutkan dalam beberapa riwayat. Di antaranya dalam riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmizi dan Ibnu Majah. Ibnu Hajar Al-Asqalani memasukkannya dalam kitab hadits ahkamnya yang fenomenal; Bulughul Maram, Kitab Thaharah, bab Nawaqidhul Wudhu, no. 69. 

Penjelasan singkat namun cukup lengkap diuraikan oleh Imam Ash-Shan'ani dalam kitab Subulus-Salam yang dikenal sebagai syarah utama terhadap kitab Bulughul Maram (kalau ada salah arti, mohon dikoreksi....).

69 - وَعَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ { أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَتَوَضَّأُ مِنْ لُحُومِ الْغَنَمِ ؟ قَالَ : إنْ شِئْت قَالَ : أَتَوَضَّأُ مِنْ لُحُومِ الْإِبِلِ ؟ قَالَ : نَعَمْ } أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ .

Dari Jabir bin Samurah radhiallahu anhu, "Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah saw, "Apakah saya berwudhu apabila memakan daging kambing?" Beliau berkata, "Jika engkau mau." Orang itu berkata lagi, "Apakah saya berwudhu apabila memakan daging onta?" Dia berkata, "Ya." (HR. Muslim)

وَرَوَى نَحْوَهُ أَبُو دَاوُد ، وَالتِّرْمِذِيُّ وَابْنُ مَاجَهْ ، وَغَيْرُهُمْ مِنْ حَدِيثِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ " قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : { تَوَضَّئُوا مِنْ لُحُومِ الْإِبِلِ وَلَا تَوَضَّئُوا مِنْ لُحُومِ الْغَنَمِ } .




Riwayat semakna juga disampaikan oleh Abu Daud, Tirmizi dan Ibnu Majah serta lainnya dari hadits Barra' bin Azib, dia berkata, "Rasululullah saw bersabda, "Berwudhulah dari daging onta, dan jangan berwudhu dari daging kambing."

قَالَ ابْنُ خُزَيْمَةَ : لَمْ أَرَ خِلَافًا بَيْنَ عُلَمَاءِ الْحَدِيثِ أَنَّ هَذَا الْخَبَرَ صَحِيحٌ مِنْ جِهَةِ النَّقْلِ ، لِعَدَالَةِ نَاقِلِيهِ .
Ibnu Khuzaimah berkata, "Saya tidak melihat adanya perbedaan di kalangan ulama hadits bahwa riwayat ini merupakan riwayat shahih dari segi periwayatannya, karena para perawinya dikenal adil .

: وَالْحَدِيثَانِ دَلِيلَانِ عَلَى نَقْضِ لُحُومِ الْإِبِلِ لِلْوُضُوءِ ، وَأَنَّ مَنْ أَكَلَهَا انْتَقَضَ وُضُوءُهُ ، وَقَالَ بِهَذَا أَحْمَدُ ، وَإِسْحَاقُ ، وَابْنُ الْمُنْذِرِ ، وَابْنُ خُزَيْمَةَ ، وَاخْتَارَهُ الْبَيْهَقِيُّ ، وَحَكَاهُ عَنْ أَصْحَابِ الْحَدِيثِ مُطْلَقًا .

وَحَكَى عَنْ الشَّافِعِيِّ أَنَّهُ قَالَ : إنْ صَحَّ الْحَدِيثُ فِي لُحُومِ الْإِبِلِ قُلْت بِهِ .

قَالَ الْبَيْهَقِيُّ : قَدْ صَحَّ فِيهِ حَدِيثَانِ : حَدِيثُ جَابِرٍ " ، وَحَدِيثُ الْبَرَاءِ " ، وَذَهَبَ إلَى خِلَافِهِ جَمَاعَةٌ مِنْ الصَّحَابَةِ ، وَالتَّابِعِينَ وَالْهَادَوِيَّةِ .

Kedua hadits ini merupakan dalil bahwa daging onta dapat membatalkan wudhu dan bahwa siapa yang memakannya, maka wudhunya batal. Yang berpendapat seperti ini adalah Ahmad, Ishaq, Ibnu Munzir, Ibnu Khuzaimah. Pendapat ini dipilih oleh Baihaqi dan secara umum dinyatakan oleh ahli hadits.




Diriwayatkan bahwa Asy-Syafii berkata, "Jika hadits tentang daging onta itu shahih, maka aku berpedoman dengannya."

Al-Baihaqi berkata, "Terdapat dua hadits shahih dalam masalah ini; Yaitu hadits Jabir dan hadits Barra'. Sejumlah shahabat, tabi'in dan kelompok Hadawiyah berpendapat berbeda.




وَيُرْوَى عَنْ الشَّافِعِيِّ وَأَبِي حَنِيفَةَ قَالُوا : وَالْحَدِيثَانِ إمَّا مَنْسُوخَانِ بِحَدِيثِ




Diriwayatkan dari Asy-Syafii dan Abu Hanifah, bahwa kedua hadits tersebut telah dihapus dengan hadits




{ إنَّهُ كَانَ آخِرُ الْأَمْرَيْنِ مِنْهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَدَمَ الْوُضُوءِ مِمَّا مَسَّتْ النَّارُ } أَخْرَجَهُ الْأَرْبَعَةُ ، وَابْنُ حِبَّانَ مِنْ حَدِيثِ جَابِرٍ " .
"Sesungguhnya, keputusan terakhir dari dua perkara yang bersumber dari beliau saw adalah tidak adanya wudhu terhadap segala sesuatu yang disentuh api (dimasak/dibakar)." (Diriwayatkan perawi yang empat dan Ibnu Hibban dari hadis Jabir)

قَالَ النَّوَوِيُّ : دَعْوَى النَّسْخِ بَاطِلَةٌ ؛ لِأَنَّ هَذَا الْأَخِيرَ عَامٌّ وَذَلِكَ خَاصٌّ وَالْخَاصُّ مُقَدَّمٌ عَلَى الْعَامِّ ، وَكَلَامُهُ هَذَا مَبْنِيٌّ عَلَى تَقْدِيمِ الْخَاصِّ عَلَى الْعَامِّ مُطْلَقًا ، تَقَدَّمَ الْخَاصُّ أَوْ تَأَخَّرَ ، وَهِيَ مَسْأَلَةٌ خِلَافِيَّةٌ فِي الْأُصُولِ بَيْنَ الْأُصُولِيِّينَ ، أَوْ أَنَّ الْمُرَادَ بِالْوُضُوءِ التَّنْظِيفُ ، وَهُوَ غَسْلُ الْيَدِ ، لِأَجْلِ الزُّهُومَةِ كَمَا جَاءَ فِي الْوُضُوءِ مِنْ اللَّبَنِ ، وَأَنَّ لَهُ دَسَمًا ، وَالْوَارِدُ فِي اللَّبَنِ التَّمَضْمُضُ مِنْ شُرْبِهِ .

An-Nawawi berkata, "Pengakuan adanya nasakh (dihapusnya hukum hadits pertama tentang batalnya wudhu karena makan daging onta dengan hadits berikutnya) adalah batil. Karena hadits yang terakhir bersifat umum, sedangkan hadits pertama bersifat khusus, dan riwayat yang khusus didahulukan dari yang umum."
      Pandangan beliau ini dilandasi pada sebuah prinsip diutamakannya perkara yang khusus dari yang umum, apakah perkara khusus itu telah dinyatakan lebih dahulu atau baru kemudian. Ini memang masalah khilafiyah (perbedaan) dalam masalah kaidah di kalangan ahli Ushul (Fiqh).
      Ada juga berpendapat bahwa yang dimaksud berwudhu (pada hadits Jabir) adalah membersihkan, yaitu cuci tangan, karena bau (daging onta) yang menyengat, sebagaimana anjuran berwudhu dari minum laban, karena padanya terdapat lemak. Riwayat yang terdapat dalam masalah laban adalah berkumur setelah meminumnya.

وَذَهَبَ الْبَعْضُ إلَى أَنَّ الْأَمْرَ فِي الْوُضُوءِ ، مِنْ لُحُومِ الْإِبِلِ لِلِاسْتِحْبَابِ لَا لِلْإِيجَابِ ، وَهُوَ خِلَافُ ظَاهِرِ الْأَمْرِ ، أَمَّا لُحُومُ الْغَنَمِ فَلَا نَقْضَ بِأَكْلِهَا بِالِاتِّفَاقِ ، كَذَا قِيلَ ، وَلَكِنْ حُكِيَ فِي شَرْحِ السُّنَّةِ وُجُوبُ الْوُضُوءِ مِمَّا مَسَّتْ النَّارُ .

وَعَنْ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ ، أَنَّهُ كَانَ يَتَوَضَّأُ مِنْ أَكْلِ السُّكَّرِ .

      Sebagian ulama berpendapat bahwa perintah berwudhu sehabis memakan daging onta menunjukkan sunah, bukan wajib. Namun pandangan ini bertentangan dengan zahirnya perintah tersebut.
      Adapun memakan daging kambing disepakati tidak membatalkan wudhu. Demikian dikatakan. Akan tetapi diriwayatkan dalam Syarh Sunnah tentang wajibnya wudhu terhadap apa saja yang disentuh api (dimasak/dibakar).

Diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz bahwa beliau berwudhu setelah memakan gula.

قُلْت : وَفِي الْحَدِيثِ مَأْخَذٌ لِتَجْدِيدِ الْوُضُوءِ ، فَإِنَّهُ حَكَمَ بِعَدَمِ نَقْضِ الْأَكْلِ مِنْ لُحُومِ الْغَنَمِ ، وَأَجَازَ لَهُ الْوُضُوءَ ، وَهُوَ تَجْدِيدٌ لِلْوُضُوءِ عَلَى الْوُضُوءِ .

سبل السلام [1214]
aya (pengarang Subulussalam/Ash-Shan'ani) berkata, "Dalam hadits ini dapat disimpulkan tentang perkara memperbarui wudhu. Karena beliau menghukumi bahwa memakan daging onta tidak membatalkan wudhu, kemudian beliau membolehkan orang tersebut berwudhu (lagi), itu artinya memperbarui wudhu di atas wudhu (yang sudah ada)."
Subulussalam, 1/214

Kesimpulan:

Memakan daging onta termasuk perkara yang diperselisihkan, apakah dia membatalkan wudhu atau tidak.

Imam Ahmad berdasarkan zahir hadits Jabir bin Samurah di atas menyimpulkan bahwa hal itu membatalkan wudhu. Sedangkan jumhur ulama berpendapat bahwa hal tersebut tidak membatalkan wudhu dengan sejumlah alasan. Sebagian berpendapat bahwa hadits Jabir mansukh (dihapus), sebagian lagi berpendapat bahwa yang dimaksud wudhu adalah mencuci tangan, sedangkan sebagian lagi berpendapat bahwa perintah dalam hadits tersebut adalah sunah, bukan wajib.

Dalam kumpulan fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah (Komisi Fatwa Saudi) no. 557, 1163, 8143, 11257, dinyatakan bahwa memakan daging onta membatalkan wudhu.

Wallahua'lam.

No comments:

Post a Comment