Friday 30 November 2012

MARI KITA DIDIK ANAK- ANAK KITA DENGAN KELEMBUTAN HATI & CINTA

Saudaraku..

Pagi itu, suasana begitu sejuk. Semilir angin sepoi-sepoi menyapa wajah. Ali bin Abi Thalib ra, khalifah kaum muslimin ke empat memanggil anaknya; Hasan ra lalu dengan penuh kasih sayang ia menasihati anaknya:

"Wahai anakku, intisari agama ini adalah berinteraksi dengan orang-orang yang bertakwa.

Kesempurnaan ikhlas dibuktikan dengan menjauhi semua perkara yang diharamkan-Nya.

Sebaik-baiknya ucapan, adalah ucapan yang diiringi dengan perilaku (keteladanan).

Terimalah orang yang mengajukan uzur (alasan) kepadamu.

Maafkan orang yang meminta maaf kepadamu.

Taatilah saudaramu (dalam ketaatan), meskipun ia sering bermaksiat kepadamu.

Dan hubungkan tali silaturahim dengannya, walaupun ia sering memutuskan tali persaudaraan denganmu."
(Mawa'izh as shahabah, Shalih Ahmad al Syami).

Saudaraku...

Nasihat Ali bin Thalib ra kepada Hasan puteranya, menjadi pelajaran berharga bagi kita para orang tua dalam mendidik anak-anak kita.

· Anak-anak adalah tali cinta. Kebahagiaan sebuah keluarga akan semakin membuncah dengan kehadiran sang buah hati. Tak jarang sebuah keluarga dilanda kebosanan, kapal cinta menjadi oleng lantaran pujaan hati yang didamba tak kunjung hadir meramaikan dan menyerikan biduk keluarga. Sebagai tanda syukur atas karunia besar ini, kita berkewajiban merawat amanah Allah swt ini dan mendidiknya dengan nilai pendidikan yang Dia kehendaki.


· Nilai nasihat akan masuk ke dalam hati, jika ia memantul dari hati. Disampaikan dengan hati-hati. Memancar dari kelembutan hati dan cinta. Sebaliknya, nilai pengajaran akan membuat anak menjadi kurang ajar, jika disampaikan dengan kata-kata yang tak sabar. Memantul dari wajah yang kasar. Sebaik dan sebenar apapun nasihat itu.
· Kisah ini memberikan keteladanan bagi kita, demikianlah seharusnya hubungan orang tua dengan anaknya. Ada kedekatan di sana. Ada keakraban. Ada hubungan emosional. Ada sapaan kasih. Ada teguran cinta. Walau sesibuk dan sepadat apapun aktifitas rutin keseharian kita.


· Orang yang memahami dien dengan baik, tampak dari kedekatan dan interaksinya dengan orang lain. Orang yang menjadikan orang-orang dekatnya dan teman pergaulannya adalah orang shalih dan bertakwa, maka ia termasuk golongan mereka. Begitupun sebaliknya, sulit kita mempercayai kwalitas agama seseorang, jika teman pergaulannya adalah orang-orang yang memiliki masalah mental dan buruk perangainya.


· Membentengi diri kita, keluarga dan generasi kita dari hal-hal yang diharamkan, merupakan bukti keikhlasan kita dalam mentaati rambu-rambu-Nya. Bagi orang tua, mendidik anak-anak untuk senantiasa menjaga nilai sebuah keikhlasan dalam beramal merupakan suatu kelaziman.



· Keteladanan merupakan syarat kedekatan dan kecintaan masyarakat kepada kita. Terlebih jika kita menjadi publik figur, ustadz, orang yang berkedudukan, orang tua apatah lagi sebagai pemimpin dalam masyarakat. Pandai merangkai kata-kata dan indah dalam bertutur kata, tanpa diimbangi dengan keteladanan, maka kita akan gagal meraih hati dan simpati mereka.


· Kebesaran hati tampak dari 'salamatus shadr'; lapang dada. Dengan dada yang lapang, maka kita mudah menerima uzur, memaafkan kekhilafan, keteledoran dan kesalahan orang lain. Orang yang melihat dunia-nya sempit, pengap dan gelap, berarti ia tidak memiliki kelapangan dada. Sejatinya, kitalah yang dapat menciptakan dunia dalam hidup kita. Kita ingin dunia kita menjadi luas atau sempit.

· Ukhuwah (persaudaraan iman) yang tulus suci, melahirkan kesetiaan yang abadi. Keringnya ukhuwah orang lain terhadap kita yang ditandai dengan kurangnya komunikasi dan sedikitnya kadar kunjungan. Atau terkadang kata-kata yang terucap dari bibirnya sering melukai perasaan kita. Sikapnya yang membuat ketenangan kita terusik. Dan yang senada dengan itu. Jika sudah demikian, kembalikan akar persoalan pada diri kita. Barangkali, kita kurang arif dan aktif dalam menyirami ladang ukhuwah kita dengan air iman, jarang kita taburi pupuk perhatian dan cinta. Dan seterusnya.

Saudaraku..

Sudahkah kita mendidik anak-anak kita dengan kelembutan hati dan cinta? Dan sudahkah kita tanamkan nilai-nilai luhur terhadap anak-anak kita, yang pernah ditanamkan Ali bin Abi Thalib ra terhadap anaknya Hasan?. Mari kita teladani kehidupan salafus shalih. Karena di sana ada keberuntungan dan kesuksesan. Wallahu a'lam bishawab.


Oleh:Ust Ahmad Mustaqim

Riyadh, 11 November 2012 M

Tuesday 2 October 2012

BERDO'A KEPADA ALLAH DI WAKTU LAPANG

BERDO'A KEPADA ALLAH DI WAKTU LAPANG

Saudaraku..
Abu Darda ra pernah menasihati kita:

اُدْعُ اللَّهَ يَوْمَ سَرَائِكَ لَعَلَّهُ يَسْتَجِيْبُ لَكَ يَوْمَ ضَرَائِكَ

"Berdo'alah kepada Allah di hari-hari senangmu, mudah-mudahan Dia memperkenankan do'amu di hari-hari sulitmu."
(Mawa'izh as shahabah, Shalih Ahmad al Syami).

Saudaraku..

RELA DENGAN GARIS KETETAPAN-NYA

RELA DENGAN GARIS KETETAPAN-NYA

Saudaraku..
Suatu hari Sa'ad bin Abi Waqqash ra mengunjungi Mekkah. Ketika itu (di masa tuanya) penglihatannya sudah tiada berfungsi lagi. Penduduk Mekkah yang mengetahui keutamaan Sa'ad, di mana ia memiliki ketajaman do'a, maka mereka berbondong-bondong mendatangi Sa'ad. Setiap orang minta dido'akan seperti apa yang mereka hajatkan.

Abdullah bin Saib berkata, "Akupun mendatangi Sa'ad, kala itu aku masih remaja belia. Saat aku menyapanya, ia telah mengenaliku. Ia berkata, "Bukankah engkau qari'nya penduduk Mekkah?."

"Iya," jawabku.

Friday 28 September 2012

PARAMETER HATI YANG SUCI

PARAMETER HATI YANG SUCI

Saudaraku..
Utsman bin Affan ra pernah bertutur:

"Aku enggan jikalau siang dan malam hari datang menyapaku, terkecuali saat itu aku sedang melihat (membaca) kalamullah, yakni; al Qur'an."
(Mawa'izh as shahabah, Shalih Ahmad al Syami).

Saudaraku..
Itulah ucapan hati menantu Rasulullah saw. Sahabat yang dikenal pemalu sehingga para malaikat dan Nabi-pun malu terhadapnya. Demikian pula ia masyhur dengan kedermawanannya dan kedekatannya dengan kitabullah; al Qur'an.

Dan masih basah dalam ingatan kita, bagaimana keadaannya ketika ia menghadap Allah swt, kala ia terbunuh pada hari fitnah di tangan para pengacau Negara dan agama. Saat itu ia sedang membaca kalamullah. Itulah sahabat yang mampu mengkhatamkan al Qur'an dalam shalat malam.

Itulah sahabat Nabi saw yang pernah menasihati kita:

CINTA & BENCI YANG MEMBERI MANFAAT DI SANA

CINTA & BENCI YANG MEMBERI MANFAAT DI SANA

Saudaraku..
Abdullah bin Umar ra pernah berkata:

"Demi Allah, sekiranya aku berpuasa sepanjang hari tanpa putus. Ku dirikan shalat tahajjud setiap malam tanpa pernah tidur. Seluruh hartaku, ku infakkan di jalan Allah. Lalu aku menghadap-Nya di hari kepergianku, sementara tiada terpendam perasaan cinta di hati ini terhadap orang-orang yang mentaati Allah serta tiada kebencian terhadap ahli maksiat. Maka apa yang telah ku perbuat itu tak dapat memberiku manfaat sedikit pun jua di sana."
(Mawa'izh as shahabah, Shalih Ahmad al Syami).

Saudaraku..

Friday 17 August 2012

Zakat Di Negri Asal Sementara Orangnya di Luar Negri.


Aku sempat di tegur oleh seseorang (privasi)...katanya,"Kamu tinggal di Saudi,kamu harus bayar fitrah di Saudi,ngotot dan katanya harus dan tidak sah kalau tidak mengeluarkannya di Saudi.
Setelah aku mencari tahu,Jumhur ulama mengatakan SAH zakat fitrah di bayarkan di negeri asal meskipun orangnya sedang berada diluar negri hanya lebih afdhol dikeluarkan negri tempat ia tinggal.

Menurut fatwa Lajnah Daimah memperbolehkan hal tersebut.

Mewakilkan penyerahan/penyaluran zakat oleh keluarga, kerabat atau seseroang tertentu, dengan memberikan zakat fitrah sesuai dengan makanan pokok negeri yang bersangkutan, hal ini insya Allah tidaklah mengapa. Selama yang diserahi sebagai perwakilan tersebut amanah dalam penyalurannya. Komisi Tetap Dewan Fatwa Saudi Arabia, telah mengeluarkan fatwa pembolehan hal tersebut. (Fatawa al-Lajnah 9/374)

Sunday 8 July 2012

SEJENAK KITA MERENUNG

SEJENAK KITA MERENUNG

Saudaraku..
Kala sakit mendera Abu Hurairah ra, ia menangis sesunggukan. Ada seseorang yang bertanya, "Apa yang menyebabkan engkau menangis (wahai Abu Hurairah)?."

Ia menjawab, "Aku menangis bukan lantaran akan berpisah dengan dunia kalian ini. Tapi air mata ini mengucur karena aku akan mengadakan perjalanan yang teramat jauh sedangkan bekalku amat terbatas. Sungguh sekarang aku berada di sebuah padang luas di antara surga dan neraka. Aku tidak tahu pasti, ke surga atau ke neraka aku akan ditarik."

Saudaraku..
Rasa khauf (takut) akan siksa neraka itulah yang selalu melekat di hati para sahabat. Terlebih saat sakit dan kala kematian sudah berada di ambang pintu.

Demikianlah, semakin baik iman dan kwalitas amal serta ubudiyah seseorang. Maka rasa khauf (takut siksa) itu semakin besar memenuhi relung hati. Itu artinya semakin ringkih iman dan lumpuh amal-amal shalih kita, maka semakin sirna rasa khauf (takut) kita kepada siksa-Nya.

Sudahkah air mata kita menetes hari ini, lantaran takut kepada siksa-Nya? Wallahu a'lam bishawab.

Riyadh, 07 Juli 2012 M
Oleh,Ust Ahmad Mustaqim

SUDAHKAH LISAN KITA BERISTIGHFAR HARI INI?


                SUDAHKAH LISAN KITA BERISTIGHFAR HARI INI? 

Saudaraku..
Ali bin Abu Thalib ra pernah berkata:

اَلْعَجَبُ مِمَّنْ يَقْنَطُ وَمَعَهُ النَّجَاةُ.
قِيْلَ لَهُ: وَمَا هِيَ النَّجَاةُ؟
قَالَ: كَثْرَةُ الْاِسْتِغْفَارِ.


"Sungguh mengherankan, orang yang putus asa (dari rahmat Allah) padahal ia mempunyai jalan selamat."

Ada yang berkata, "Apakah jalan selamat itu?."

Ia menjawab, "Memperbanyak istighfar."
(Mawa'izh as shahabah, Shalih Ahmad al Syami).

Saturday 30 June 2012

BEKAL PERJALANAN PANJANG

BEKAL PERJALANAN PANJANG

Saudaraku…
Kita semua adalah musafir. Kita sadari atau tidak. Baik yang berada di negeri sendiri atau luar negeri. Musafir yang sedang mengadakan perjalanan hakiki. Bukan dari satu tempat ke tempat lainnya. Tetapi untuk perjalanan abadi dan tujuan hakiki. Yaitu, bahagia di kampung akherat.

Semakin jauh perjalanan yang kita tempuh, semakin banyak pula bekal yang harus kita siapkan. Semakin lamakita menginginkan mukim di daerah tujuan, maka persiapan yang kita lakukan juga semakin lama. Itu pun terkadang ada saja yang tertinggal.

Jika bekal dan persiapan matang yang sudah kita sediakan secara maksimal untuk perjalanan kita saja terkadang belum mencukupi kebutuhan dalam perjalanan. Apatah lagi bagi kita yang mengadakan perjalanan tanpa bekal cukup dan persiapan matang. Tentu, kita tak akan sampai pada tujuan. Atau malah berbalik arah dan mungkin mengambil arah lain untuk perjalanan kita.

Saudaraku..
Sekarang kita sedang mengadakan perjalanan menuju kampung keabadian, yakni kampung akherat. Perjalanan yang sangat jauh dan panjang. Di sanalah masa depan kita dipertaruhkan. Abadi dalam kebahagiaan. Atau sebaliknya kekal dalam siksaan.

Suatu hari Abu Dzar al Ghifari memberi nasihat kepada manusia di sekitar Ka'bah seraya berucap:

KIAT-KIAT MERAWAT KEBERKAHAN HARTA

KIAT-KIAT MERAWAT KEBERKAHAN HARTA

Saudaraku…
Salah satu nikmat terbesar yang Allah swt karuniakan kepada kita adalah nikmat harta. Bahkan harta dan anak-anak, Allah sebut sebagai lambang perhiasan dunia. Artinya ketika kedua-duanya telah berada dalam genggaman kita, seolah-olah kita telah memiliki dunia dan seisinya. "Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia." Al Kahfi: 46.

Penyebutan harta lebih didahulukan daripada anak-anak, tentu memiliki rahasia yang agung. Menjadi aksioma, bahwa banyak orang yang dapat meraih kebahagiaan hidup lantaran memiliki harta, walaupun anak keturunan yang didamba belum hadir meramaikan sebuah keluarga.

Tapi tidak sedikit orang yang hidupnya tak terarah dan linglung, karena menanggung beban hutang yang menyesakan dada. Walaupun ada suara tawa dan tangis anak-anak dalam keluarga.

Maka perpaduan antara harta dan anak-anak, menjadikan kebahagiaan kita dalam hidup terasa sempurna. Walaupun tiada kesempurnaan hakiki selama kaki kita masih menginjak bumi. Karena kesempurnaan itu milik Allah swt dan akan kita raih di akherat sana.

Namun kedua nikmat ini sewaktu-waktu bisa berubah menjadi bencana besar dan kehinaan abadi jika kita tak menjadikannya sebagai sarana taqarrub kepada Allah swt."Sesungguhnya harta dan anak-anakmu hanyalah cobaan bagimu. Dan di sisi Allah-lah pahala yang besar." At Taghabun: 15.

Saudaraku…

5 INDIKATOR KEBAHAGIAAN

5 INDIKATOR KEBAHAGIAAN KITA

Saudaraku…
Semua orang mendamba kebahagiaan hidup. Apapun jabatan yang disandangnya. Apapun profesi yang digelutinya. Apapun status sosialnya dan levelnya. Berapa usia dan jenis kelaminnya. Dan seterusnya.

Namun terkadang kebahagiaan itu semakin dikejar, justru semakin menjauh dari kehidupan kita. Karena kebahagiaan bathin tak bisa dibeli dengan harta dunia, intan permata, emas dan mutiara. Dan bahkan tak mungkin ditukar dengan seluruh kekayaan seisi perut bumi ini.

Tiada garansi, orang yang bergaji 20 ribu dolar atau 30 ribu real, lebih bahagia daripada mereka yang bergaji 200 dolar atau 600 real perbulan. Tiada jaminan, orang yang memiliki jabatan bergengsi, lebih bahagia daripada orang yang menggarap lahan sawah ladang milik orang lain. Dan jangan pernah kita mengira bahwa orang yang bekerja sebagai buruh bangunan dan yang seirama dengan itu, tiada pernah mengecap kebahagiaan?.

Fakta berbicara, tidak sedikit pejabat yang stres saat masa jabatannya hampir berakhir. Banyak orang kaya raya yang linglung, karena memiliki anak keturunan yang selalu menghitamkan wajah orang tua. Dan mungkin ada pengusaha sukses yang terpaksa mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri lantaran istri pujaan hatinya selingkuh dengan mantan pacarnya. Dan seterusnya.

Kebahagiaan itu erat hubungannya dengan hati kita. Ia sangat dekat dengan iman yang subur. Hati yang bersyukur. Lisan yang selalu basah dengan zikir. Mata dan akal yang bertafakkur.

Apakah kita termasuk orang yang telah berbahagia di dunia ini? Bisa iya bisa juga tidak. Apa indikator kebahagiaan kita?. Mari kita cerna parameter kebahagiaan hidup menurut menantu Rasulullah saw; yaitu Ali bin Abi Thalib ra.

Wednesday 13 June 2012

3 MODEL CINTA

Syekh Mustafa Siba'i rahimahullah menyebutkan bahwa cinta memiliki 3 warna:

Cinta Ilahi, cinta insani dan cinta hewani.

Cinta Ilahi, lahir dari ketundukan seorang hamba kepada Zat yang dicintainya dan buah dari rasa syukur terhadap anugerah-Nya.

Cinta Insani, merupakan buah dari kesetiaan seseorang terhadap saudara yang dicintainya dan penghargaan terhadapnya.

Cinta hewani, cinta yang memperdayakan pemiliknya dan melahirkan malapetaka bagi yang dicintainya.
(hakadza 'allamatnil hayat).

Saudaraku..
Tak terbayangkan, jika hidup kita tanpa cinta. Tentu kehidupan kita menjadi gelap tanpa pelita. Langit-langit hati kita menjadi mendung dan berawan, yang tak pernah menghadirkan hujan dalam kehidupan. Bumi jiwa kita kering kerontang, tanpa pernah diguyur air kehidupan.

Hidup terasa hampa, monoton tak berwarna. Alur perjalanan hidup bagaikan tanpa arah dan tujuan. Tiada motivasi untuk mengukir prestasi. Tiada gairah untuk meneruskan langkah perjalanan hidup. Keceriaan sirna. Kebahagiaan hidup lenyap. Kelelahan jiwa bertumpuk. Penderitaan hati menggumpal. Luka-luka di tubuh terasa menganga dan perih tak terkira. Seulas senyum, kaku untuk dihadirkan. Dan hidup seolah-olah bernafas dalam lumpur. Menatap dalam debu.

Saudaraku…
Karena cinta, kita terinspirasi untuk berbuat yang terbaik. Bertahan dalam kesulitan. Sabar dalam menghadapi ujian. Tsabat dalam perjuangan. Ikhlas dalam membantu. Tulus dalam memberi. Senang dalam berbagi. Terpacu untuk berprestasi.

Apalah arti baju jabatan yang kita kenakan. Permaisuri cantik jelita yang menemani hidup kita. Harta kekayaan yang bertaburan. Emas permata, intan dan mutiara yang memenuhi ruangan. Kebun karet dan sawit yang terbentang luas. Popularitas yang terus meroket. Kedudukan dan tempat yang luas di hati masyarakat dan yang senada dengan itu. Jika hati kita sepi dari cinta. Jika jiwa kita kering dari kasih sayang.

Saudaraku…
Cinta Ilahi adalah cinta seorang mukmin terhadap Rabb-nya.
Cinta Ilahi, hendaknya melebihi cinta kita kepada anak-anak permata hati kita, permaisuri hati kita, orang tua kita, karib kerabat kita, orang-orang dekat kita dan seluruh manusia. Juga melebihi cinta kita terhadap harta benda, simpanan berharga, sawah ladang, dan barang-barang berharga lainnya milik kita.

Cinta Ilahi tumbuh saat kita tunduk, patuh, pasrah, merasa lemah di hadapan-Nya. Dan berbuah saat kita mengenang anugerah, nikmat dan karunia-Nya yang tak terhitung yang telah dikucurkan kepada kita.

Nikmat hidup, kebebasan dalam beribadah, keindahan pekerti, sehat, kran-kran rezki yang terbuka. Pasangan hidup dan anak keturunan yang manis dan lucu. Kemudahan memperdalam ilmu pengetahuan, dibentangkan-Nya ladang amal shalih dan sawah tempat menanam benih amal ketaatan.

Anugerah usia hingga saat ini. Dicintai banyak sahabat dan saudara di jalan-Nya. Sabar dalam menjalani hidup. Qana'ah dalam menerima garis takdir-Nya. Dijauhkan dari hutang dan tanggungan kepada orang lain. Dan yang senada dengan itu.

Jika kita mencoba untuk menghitung karunia, nikmat dan pemberian-Nya kepada kita. Niscaya kita tak akan sanggup menghitungnya. Walaupun sekarang sudah tersedia alat hitung yang super canggih. "Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari nikmat-Nya." S. Ibrahim: 34.

Dengan mengenang berbagai nikmat dan karunia pemberian-Nya dan kita mampu berterima kasih kepada-Nya dengan hati, ucapan dan perilaku kita. Akan melahirkan rasa tunduk dan pasrah pada hukum-hukum-Nya. Memelihara dan menjaga rambu-rambu-Nya. Mengabdi dan beribadah kepada-Nya dengan rasa cinta dan pengagungan.

Kita mengabdi kepada-Nya untuk mengharap wajah-Nya, bukan wajah selain-Nya. Mendamba pujian-Nya dan bukan pujian makhluk-Nya. Mengharap balasan-Nya dan bukan balasan dari hamba-Nya yang lemah.

Generasi terbaik umat ini, para sahabat dan generasi sesudahnya telah membuktikan cinta mereka kepada Allah Swt. Jiwa, raga, harta, waktu dan segala apa yang mereka punya telah dikorbankan demi mengecap cinta Ilahi. Demi meraih cinta sejati. Demi menggapai kebahagiaan abadi. Di akherat nanti.

Saudaraku..
Cinta Insani adalah cinta seseorang terhadap saudara dan sahabatnya. Atau dengan ungkapan yang familiar di telinga kita; persaudaraan Islam, persahabatan Iman.

Suatu ikatan persaudaraan yang didasari cinta karena Allah. Dibangun di atas pondasi ketaatan pada Ilahi.

Persaudaraan yang tumbuh karena akidah yang satu. Bukan tercipta karena kepentingan dan kebutuhan sesaat seperti koalisinya partai politik, walau tidak semua demikian. Bukan pula terjalin karena melihat penampilan fisik, seperti ketampanan dan paras yang menarik. Bukan pula harta benda yang menjadi pijakannya. Atau manfaat dan nikmat duniawi lainnya.

Ukhuwah imaniyah adalah cinta yang tak mengenal musim. Panas, dingin, hujan, kemarau, berawan, berdebu, petir dan seterusnya. Ia akan langgeng dan abadi.

Ia akan setia dalam keadaan yang bagaimanapun jua. Sehat atau sakit. Suka maupun duka. Kaya atau miskin. Bahagia maupun merana. Lapang ataupun sempit. Mudah ataupun sulit. Dan yang senada dengan itu.

Dan ukhuwah imaniyah, yang didasari cinta karena Allah inilah yang pernah dipraktekkan oleh para sahabat dan generasi terbaik setelahnya dan ditulis oleh sejarah dengan tinta emas. Yang sulit kita temukan di zaman kini.

Di mana kita bersahabat dan bersaudara pada saat orang yang kita cintai dalam keadaan kaya, berparas menawan, senang, bahagia, berkedudukan, lapang, bergelimang nikmat, sehat dan yang seirama dengan itu.

Namun pada saat sahabat dan saudara kita dalam kesulitan, pailit, sakit, merana, dililit hutang, akrab dengan penderitaan dan seterusnya. Kita pun menghindar dan menghilang dari kehidupan mereka. Jika demikian bagaimana mungkin indahnya cinta dan persaudaraan iman dapat kita kecap dalam kehidupan kita?.

Saudaraku..
Cinta hewani adalah cinta yang dilandasi nafsu birahi. Yang dapat menyeret pemiliknya pada hubungan seksual terlarang.

Hasrat memenuhi tuntutan kebutuhan biologis merupakan fitrah yang Allah Swt tancapkan dalam diri kita. Dan bahkan ketika kita salurkan pada jalur yang benar dan sesuai dengan koridor syar'i melalui jalur pernikahan, maka hubungan seksual itu menjadi suci, penuh berkah dan ibadah yang bergelimang pahala.

Namun ketika hasrat birahi, tak diarahkan sesuai dengan aturan agama, maka ia menjadi bencana dan malapetaka bagi kita, keluarga, orang tua, masyarakat dan bahkan Negara. Menghitamkan wajah orang tua, mencoreng nama baik keluarga, menjadi aib di masyarakat dan menjadi kenistaan bagi sebuah Negara.

Hubungan seks terlarang, selingkuh, teman tapi mesra, kumpul kebo dan yang senada dengan itu, menghiasi media massa dan elektronik. Lagi-lagi atas nama cinta. Walaupun lebih tepat, bila kita katakan sebagai cinta hewani yang kotor dan tak bermartabat.

Ketika nafsu telah kita nobatkan sebagai raja, maka kemudahan, fasilitas, dan keluasan yang diberikan-Nya, bukan kita pergunakan untuk meraih cinta-Nya dan cinta sahabat di jalan Allah Swt. Tapi, justru kita pergunakan untuk memuluskan hasrat cinta hewani yang hina.

Maka kita tidak heran, jika jabatan, kedudukan, kekayaan dan kelapangan sering membuat orang lupa diri. Dan terjebak pada hubungan cinta terlarang. Cinta hewani. Yang akan membawa pada kesengsaraan abadi. Di akherat nanti.

Saudaraku..
Mari kita ciptakan keindahan hidup, dengan meraih cinta Ilahi, cinta sahabat sejati dan cinta fitrah insani yang suci. Wallahu a'lam bishawab.

Thursday 31 May 2012

Masyaikh Salafi Berbicara Tentang Politik Kontemporer



Islamedia - Dunia politik selama ini dikenal sebagai dunia yang tabu dimasuki oleh kalangan salafi. Banyak opini, baik bersifat perseorangan maupun kelompok, dari kalangan salafi yang cenderung berpandangan negatif terhadap masalah yang satu ini. Namun ternyata tidak semuanya demikian. Hal tersebut tampak dalam sebuah konferensi yang diselenggarakan salah satu organisasi yang mulai dikenal sebagai representasi kalangan salafi, yaitu Rabithah Ulama Muslimin (Ikatan Ulama Muslim) yang diketuai oleh seorang tokoh ulama Saudi Syekh Nasir Al-Umar.


Konferensi yang diadakan di ibu kota Qatar, Doha, dan diikuti oleh 140 ulama salafi dari seluruh dunia, ditutup Kamis lalu. Pada acara penutupan, mereka mengeluarkan beberapa rekomendasi terkait permasalahan politik terkini. Tampak bagaimana para ulama salafi juga ternyata dapat berpandangan luas dan melihat permasalah politik dengan paradigma luas serta tidak hitam putih sebagaimana yang sering diduga. Namun hal itu tidak mengaburkan sikap tegas mereka, khususnya dalam masalah aqidah, yang selama ini lekat pada prinsip-prinsip mereka.

Berikut 13 point rekomendasi yang mereka keluarkan;

Monday 7 May 2012

Kunci-kunci Rizki


         Di antara kunci-kunci rizki adalah beribadah kepada Allah sepenuhnya. Saya akan membahas masalah ini –dengan memohan pertolongan kepada Allah- dari dua hal.

Pertama: Makna Beribadah Kepada Allah Sepenuhnya
Kedua : Dalil Syar’I Bahwa Beribadah Kepada Allah Sepenuhnya Adalah Di Antara Kunci-Kunci Rizki.

Pertama : Makna Beribadah Kepada Allah Sepenuhnya

      Hendaknya seseorang tidak mengira bahwa yang dimaksud beribadah sepenuhnya adalah dengan meninggalkan usaha untuk mendapatkan penghidupan dan duduk di masjid sepanjang siang dan malam. Tetapi yang dimaksud –wallahu a’lam- adalah hendaknya seorang hamba beribadah dengan hati dan jasadnya, khusyu’ dan merendahkan diri di hadapan Allah Yang Mahaesa, menghadirkan (dalam hati) betapa besar keagungan Allah, benar-benar merasa bahwa ia sedang bermunajat kepada Allah Yang Maha Menguasai dan Maha Menentukan. Yakni beribadah sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits.

      “Artinya : Hendaknya kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihatNya. Jika kamu tidak melihatNya maka sesungguhnya Dia melihatmu” [Lihat, Shahih Muslim, Kitabul Iman, Bab Bayanul Iman wal Islam wa Ihsan…., penggalan dari hadits no.5 (9), 1/39]

      Janganlah engkau termasuk orang-orang yang (ketika beribadah) jasad mereka berada di masjid, sedang hatinya berada di luar masjid.

Menjelaskan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam .

“Artinya : Beribadahlah sepenuhnya kepadaKu”.

      Al-Mulla Ali Al-Qari berkata ; ‘Maknanya, jadikanlah hatimu benar-benar sepenuhnya (berkosentrasi) untuk beribadah kepada Tuhamnu” [Murqatul Mafatih, 9/26. Lihat pula, Tuhfatul Ahwadzi, di dalamnya disebutkan : Kosongkanlah (hatimu) dari urusan-urusanmu untuk menta’atiKu” 7/140]

Kedua : Dalil Syar’i Bahwa Beribadah Kepada Allah Sepenuhnya Adalah Diantara Kunci-Kunci Rizki.

Ada beberapa nash yang menunjukkan bahwa beribadah sepenuhnya kepada Allah termasuk di antara kunci-kunci rizki. Beberpa nash tersebut di antaranya adalah.

[1] Hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu , dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda.

“Artinya : Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai anak Adam!, beribadahlah sepenuhnya kepadaKu, niscaya Aku penuhi (hatimu yang ada) di dalam dada dengan kekayaan dan Aku penuhi kebutuhanmu. Jika tidak kalian lakukan niscaya Aku penuhi tanganmu dengan kesibukan [1] dan tidak Aku penuhi kebutuhanmu (kepada manusia)” [2]

Wednesday 25 April 2012

Kunci-Kunci Rizki


         Diantara sebab terpenting diturunkannya rizki adalah itsighfar (memohon ampun) dan taubat kepada Allah Yang Maha Pengampun dan Maha Menutupi (kesalahan). Untuk itu, pembahasan mengenai pasal ini kami bagi menjadi dua pembahasan.

Pertama : Hakikat Istighfar dan Taubat
Kedua : Dalil Syar'i Bahwa Istighfar Dan Taubat Termasuk Kunci Rizki.


Pertama : Hakikat Istighfar dan Taubat

Sebagian besar orang menyangka bahwa istighfar dan taubat hanyalah cukup dengan lisan semata. Sebagian mereka mengucapkan.

"Artinya : Aku mohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya".

Tetapi kalimat-kalimat diatas tidak membekas di dalam hati, juga tidak berpengaruh dalam perbuatan anggota badan. Sesungguhnya istighfar dan taubat jenis ini adalah perbuatan orang-orang dusta.

Para ulama -semoga Allah memberi balasan yang sebaik-baiknya kepada mereka- telah menjelaskan hakikat istighfar dan taubat.

Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani menerangkan : "Dalam istilah syara', taubat adalah meninggalkan dosa karena keburukannya, menyesali dosa yang telah dilakukan, berkeinginan kuat untuk tidak mengulanginya dan berusaha melakukan apa yang bisa diulangi (diganti). Jika keempat hal itu telah terpenuhi berarti syarat taubatnya telah sempurna" [Al-Mufradat fi Gharibil Qur'an, dari asal kata " tauba" hal. 76]

Imam An-Nawawi dengan redaksionalnya sendiri menjelaskan :

Thursday 12 April 2012

Pendapat Ulama Tentang Qunut Shubuh



Dari Abi Mijlaz, ia berkata: “Aku pernah shalat Shubuh bersama Ibnu ‘Umar, tetapi ia tidak qunut.” Lalu aku ber-tanya kepadanya: ‘Aku tidak lihat engkau qunut Shubuh?’ Ia jawab: ‘Aku tidak dapati seorang Shahabat pun yang melakukan hal itu.’”

Atsar ini telah diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi di dalam kitab Sunanul Kubra (II/213) dengan sanad yang hasan, sebagaimana yang telah dikatakan oleh Syaikh Syuaib al-Arnauth dalam tahqiq beliau atas kitab Zaadul Ma’ad (I/272).

Ibnu ‘Umar seorang Shahabat yang zuhud dan wara’ yang selalu menemani Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam , beliau (Ibnu ‘Umar) mengatakan: “Tidak satu Shahabat yang melakukan qunut Shubuh terus-menerus. Para Shahabat yang sudah jelas mendapat pujian dari Allah tidak melakukan qunut Shubuh,…”

Namun mengapa ummat Islam yang datang sesudah para Shahabat malah berani melakukan ibadah yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ?

Seorang Shahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang bernama Thariq bin Asyyam bin Mas’ud al-Asyja’i ayahanda Abu Malik Sa’d al-Asyja’i dengan tegas dan tandas mengatakan: “Qunut Shubuh adalah bid’ah!”

PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG QUNUT SHUBUH TERUS MENERUS
[1]. Imam Ibnul Mubarak berpendapat tidak ada qunut di shalat Shubuh.

[2]. Imam Abu Hanifah berkata: “Qunut Shubuh (terus-menerus itu) dilarang.” [Lihat Subulus Salam (I/378).]

[3]. Abul Hasan al-Kurajiy asy-Syafi’i (wafat th. 532 H), beliau tidak mengerjakan qunut Shubuh. Dan ketika ditanya: “Mengapa demikian?” Beliau menjawab: “Tidak ada satu pun hadits yang shah tentang masalah qunut Shubuh!!” [Lihat Silsilatul Ahaadits adh-Dha’iifah wal Maudhu’ah (II/388).]

[4]. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata: “Tidak ada sama sekali petunjuk dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengerjakan qunut Shubuh terus-menerus. Jumhur ulama berkata: “Tidaklah qunut Shubuh ini dikerjakan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam , bahkan tidak ada satupun dalil yang sah yang menerangkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengerjakan demikian.” [Lihat Zaadul Ma’aad (I/271 & 283), tahqiq: Syu’aib al-Arnauth dan ‘Abdul Qadir al-Arnauth]

[5]. Syaikh Sayyid Sabiq berkata: “Qunut Shubuh tidak disyari’atkan kecuali bila ada nazilah (musibah) itu pun dilakukan di lima waktu shalat, dan bukan hanya di waktu shalat Shubuh. Imam Abu Hanifah, Ahmad bin Hanbal, Ibnul Mubarak, Sufyan ats-Tsauri dan Ishaq, mereka semua tidak melakukan qunut Shubuh.” [Lihat Fiqhus Sunnah (I/167-168)]

PENJELASAN TENTANG PENDAPAT MEREKA YANG MENYUNNAHKANNYA
Sebagian orang ada yang mengatakan: “Madzhab kami berpendapat sunnah berqunut pada shalat Shubuh, baik ada nazilah ataupun tidak ada nazilah.”

Apabila kita perhatikan, maka kita dapat mengetahui bahwa yang melatarbelakangi pendapat mereka adalah ‘anggapan’ mereka tentang ke-shahih-an hadits tentang qunut Shubuh secara terus-menerus.
Akan tetapi setelah pemeriksaan, kita mengetahui bahwa semua hadits tersebut ternyata dha’if (lemah) semuanya.

Kemungkinan besar, mereka belum mengetahui tentang kelemahan hadits-hadits tersebut. Karena ma-nusia tetaplah manusia, siapapun dia, dan sifat manusia itu bisa benar dan bisa juga salah. Dan Imam asy-Syafi’i sangat memahami hal ini, sehingga beliau berkata:

"Apabila kamu mendapati dalam kitabku pendapat-pen-dapatku yang menyalahi Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam , maka peganglah Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan tinggalkanlah pendapatku. Dalam riwayat lain beliau berkata: Ikutilah Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam , dan jangan kamu menoleh kepada pendapat siapapun.”

Diriwayatkan oleh Imam al-Harawi, al-Khathib al-Baghdadi, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam an-Nawawi dalam kitab Majmu’ Syarah Muhadzdzab [1]. Lihat kitab Shifat Shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam , karya Imam al-Albany..

"Setiap masalah yang sudah sah haditsnya dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menurut para ulama-ulama hadits, akan tetapi pendapatku menyelisihi hadits yang shahih, maka aku akan rujuk dari pendapatku, dan aku akan ikut hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih baik ketika aku masih hidup, maupun setelah aku wafat.”[Diriwayatkan oleh al-Hafizh Abu Nu’aim al-Ashba-hani dan al-Harwi, lihat di kitab Sifat Shalatin Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam karya Imam al-Albany]

“Setiap pendapatku yang menyalahi hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam . Itulah yang wajib diikuti, dan janganlah kamu taqlid kepadaku.” [Diriwayatkan oleh: Imam Ibnu Abi Hatim, al-Hafizh Abu Nu’aim dan al-Hafizh Ibnu ‘Asakir. Lihat kitab Sifat Shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam , karya Imam al-Albani.]

QUNUT NAZILAH
Qunut Nazilah adalah do’a qunut ketika musibah atau kesulitan menimpa kaum Muslimin, seperti peperangan, terbunuhnya kaum Muslimin atau diserangnya kaum Muslimin oleh orang-orang kafir. Qunut Nazilah, yaitu mendo’akan kebaikan atau kemenangan bagi kaum Muk-minin dan mendo’akan kecelakaan atau kekalahan, ke-hancuran dan kebinasaan bagi orang-orang kafir, Musy-rikin dan selainnya yang memerangi kaum Muslimin. Qunut Nazilah ini hukumnya sunnat, dilakukan sesudah ruku’ di raka’at terakhir pada shalat wajib lima waktu, dan hal ini dilakukan oleh Imam atau Ulil Amri.

Imam at-Tirmidzi berkata: “Ahmad (bin Hanbal) dan Ishaq bin Rahawaih telah berkata: “Tidak ada qunut dalam shalat Fajar (Shubuh) kecuali bila terjadi Nazilah (musibah) yang menimpa kaum Muslimin. Maka, apabila telah ter-jadi sesuatu, hendaklah Imam (yakni Imam kaum Mus-limin atau Ulil Amri) mendo’akan kemenangan bagi ten-tara-tentara kaum Muslimin.” [2]

Berdasarkan hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma , bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mela-kukan qunut satu bulan berturut-turut pada shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, ‘Isya dan Shubuh di akhir setiap shalat, yakni apabila beliau telah membaca “Sami’allaahu liman hamidah” dari raka’at terakhir, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mendo’akan kecelakaan atas mereka, satu kabilah dari Bani Sulaim, Ri’il, Dzakwan dan Ushayyah sedangkan orang-orang yang di belakang beliau mengaminkannya. [3]

Hadits-hadits tentang qunut Nazilah banyak sekali, dilakukan pada shalat lima waktu sesudah ruku’ di raka’at yang terakhir.

Imam an-Nawawi memberikan bab di dalam Syarah Muslim dari Kitabul Masaajid, bab 54: Istihbaabul Qunut fii Jami’ish Shalawat idzaa Nazalat bil Muslimin Nazilah (bab Disunnahkan Qunut pada Semua Shalat (yang Lima Waktu) apabila ada musibah yang menimpa kaum Muslimin) [4]

[Disalin dari kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Abdullah, Cetakan Pertama Ramadhan 1425H/Oktober 2004M]
_________
Foote Note
[1]. Majmu’ Syarahil Muhadzdzab I/63.
[2]. Tuhfatul Ahwadzi Syarah at-Tirmidzi II/434.
[3]. Abu Dawud no.1443, al-Hakim I/225 dan al-Baihaqi II/200 & 212, lihat Irwaa-ul ghaliil II/163.
[4]. Lihat juga masalah ini dalam Zaadul Ma’aad I/272-273, Nailul Authar II/374-375 –muhaqqaq.       

Manfaat Menundukkan Pandangan

Imam Ibnul Qoyyim Al Jauzi berkata di dalam kitabnya “Ad Da’u wad Dawa’” setidak-tidaknya ada 10 faedah dari menjaga pandangan, semoga ini dapat menjadi motivasi bagi kita.

1. Melaksanakan perintah Allah yang mengantarkan puncak kebahagiaan seorang hamba di dunia dan akhiratnya. “Katakanlah kepada orang-orang yang beriman, mereka menundukkan pandangan mereka”

2. Menghadang pengaruh dari panah beracun (iblis) yang dapat menyebabkan kebinasaan pada hati.
 
3. Membuat hati dekat dengan Allah, sebaliknya mengumbar pandangan mengakibatkan hati terpisah dan jauh dari Allah.
 
4. Menguatkan hati dan menyenangkannya, sebaliknya mengumbar pandangan melemahkan hati dan membuatnya gundah.

5. Menyinari hati, oleh karena itu Allah menyebutkan cahaya setelah perintah menjaga pandangan. Allah ta’ala berfirman, “katakanlah kepada laki-laki yang beriman agar mereka menjaga pandangannya” (QS An-Nur: 30) kemudian Allah berfirman “Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. (QS An Nur: 35)

6. Memunculkan firasat yang benar, yang dapat membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Allah ta’ala membalas amalan seorang hamba dengan apa-apa yang sesuai dengan amalan tersebut. Menjaga pandangan dari hal-hal yang Allah haramkan akan berdampak diberikannya cahaya di penglihatannya dan membukakan baginya ilmu dan iman serta pengetahuan dan firasat yang benar.

7. Membuat hati istiqomah, berani, dan kuat.

8. Menyulitkan syaitan untuk masuk ke dalam hati, karena syaitan masuk dengan sebab mengumbar pandangan dan syaitan akan lebih cepat menembus ke dalam hati melebihi kecepatan tembusnya udara ke dalam ruang hampa.

9. Akan menyibukkan hati kepada pemikiran yang membawa maslahat dan manfaat bagi hati.

10. Bahwa antara mata dan hati ada jendela dan jalan yang menghubungkan keduanya, akan baik salah satunya jika satu yang lain baik, dan akan rusak salah satunya jika satu yang lain rusak. Maka jika hatinya rusak, rusaklah pandangannya, dan jika pandangannya rusak, maka rusaklah hatinya. Demikian juga sebaliknya.

Friday 6 April 2012

Qadha Shalat Yang Tertinggal



      Dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu , dia berkata. 'Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Barangsiapa lupa shalat, hendaklah dia mengerjakannya ketika mengingatnya, tiada kafarat baginya kecuali yang demikian itu'. Lalu beliau membaca firman Allah. 'Dan, dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku'".

      Dalam riwayat Muslim disebutkan. "Barangsiapa lupa shalat atau tertidur sehingga tidak mengerjakannya, maka kafaratnya ialah mengerjakannya selagi mengingatnya".

MAKNA HADITS
      Shalat memiliki waktu tertentu dan terbatas, awal dan akhirnya, tidak boleh memajukan shalat sebelum waktunya dan juga tidak boleh mengakhirkan shalat hingga keluar dari waktunya.

      Namun jika seseorang tertidur hingga tertinggal mengerjakannya atau dia lupa hingga keluar dari waktunya, maka dia tidak berdosa karena alasan itu. Dia harus langsung mengqadha'nya selagi sudah mengingatnya dan tidak boleh menundanya, karena kafarat pengakhiran ini ialah segera mengqadha'nya. Maka Allah berfirman.

"Artinya : Dan, dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku" [Thaha : 14]

      Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membaca ayat ini ketika menyebutkan hukum ini, mengandung pengertian bahwa pelaksanaan qadha' shalat itu ialah ketika sudah mengingatnya.

PERBEDAAN PENDAPAT DI KALANGAN ULAMA
Para ulama saling berbeda pendapat, apakah boleh menundanya ketika sudah mengingatnya ataukah harus langsung mengerjakannya .?

Jumhur ulama mewajibkan pelaksanaannya secara langsung. Mereka yang berpendapat seperti ini ialah tiga imam, Abu Hanifah, Malik, Ahmad dan para pengikut mereka. Sementara Asy-Syafi'i mensunatkan pelaksanaannya secara langsung dan boleh menundanya.

Asy-Syafi'i berhujjah bahwa ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabat tertidur, mereka tidak melaksanakan qadha' shalat di tempat mereka tidur. Tapi beliau memerintahkan agar mereka menghela hewan-hewan mereka ke tempat lain, lalu beliau shalat di tempat tersebut. Sekiranya qadha' ini wajib dilaksanakan secara langsung seketika itu pula, tentunya mereka juga shalat di tempat mereka tertidur.
      Adapun jumhur berhujjah dengan hadits dalam bab ini, yang langsung menyebutkan shalat secara langsung. Mereka menanggapi hujjah Asy-Syafi'i, bahwa makna langsung di sini bukan berarti tidak boleh menundanya barang sejenak, dengan tujuan untuk lebih menyempurnakan shalat dan memurnikannya. Boleh menunda dengan penundaan yang tidak seberapa lama untuk menunggu jama'ah atau memperbanyak orang yang berjama'ah atau lainnya.
      Masalah ini dikupas tuntas oleh Ibnul Qayyim di dalam kitab 'Ash-Shalat' dan dia menegaskan pendapat yang menyatakan pembolehan penundaannya.
      Mereka saling berbeda pendapat tentang orang yang meninggalkan secara sengaja hingga keluar waktunya, apakah dia harus mengqadha'nya ataukah tidak..?

      Kami akan meringkas topik ini dari uraian Ibnul Qayyim di dalam kitab 'Ash-Shalat', karena uaraiannya di sana disampaikan secara panjang lebar.

      Para ulama telah sepakat bahwa orang yang menunda shalat tanpa alasan hingga keluar dari waktunya, mendapat dosa yang besar. Namun empat imam sepakat mewajibkan qadha' di samping dia mendapat hukuman, kecuali dia memohon ampun  kepada Allah atas perbuatannya itu.
      Ada segolongan ulama salaf dan khalaf yang menyatakan, siapa menunda shalat hingga keluar dari waktunya tanpa ada alasan, maka tidak ada lagi qadha' atas dirinya sama sekali, bahwa qadha'nya tidak akan diterima, dan dia harus bertaubat dengan 'taubatan nashuha', harus memperbanyak istighfar dan shalat nafilah.
      Orang-orang yang mewajibkan qadha' berhujjah bahwa jika qadha' ini diwajibkan atas orang yang lupa dan tertidur, yang keduanya di ma'afkan, maka kewajibannya atas orang yang tidak dima'afkan dan orang yang durhaka jauh lebih layak. Disamping itu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabat pernah shalat Ashar setelah masuk waktu Maghrib pada perang Khandaq. Sebagaimana yang diketahui, mereka tidak tertidur dan tidak lupa, meskipun sebagian di antara mereka benar-benar lupa, tapi toh tidak mereka semua lupa. Yang ikut mendukung kewajiban qadha' ini ialah Abu Umar bin Abdul-Barr.

      Adapun di antara orang-orang yang tidak mewajibkan qadha' bagi orang yang sengaja menunda shalat ialah golongan Zhahiriyah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim. Di dalam kitab Ash-Shalat, Ibnul Qayim menyebutkan berbagai macam dalil untuk menolak alasan yang tidak sependapat dengannya. Di antaranya ialah apa yang dapat di pahami dari hadits ini, bahwa sebagaimana yang dituturkan, kewajiban qadha' ini tertuju kepada orang yang lupa dan tertidur. Berati yang lainnya tidak wajib. Perintah-perintah syari'at itu dapat dibagi menjadi dua macam : Tidak terbatas dan temporal seperti Jum'at hari Arafah. Ibadah-ibadah semacam ini tidak diterima kecuali dilaksanakan pada waktunya. Yang lainnya ialah shalat yang ditunda hingga keluar dari waktunya tanpa alasan.

      Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam . "Barangsiapa mendapatkan satu raka'at dari shalat Ashar sebelum matahari terbenam, maka dia telah mendapatkan shalat Ashar", sekiranya shalat Ashar itu dikerjakan setelah Maghrib, justru lebih benar dan mutlak, tentu orangnya lebih mendapatkan shalat Ashar, baik dia mendapatkan satu raka'at atau kurang  dari satu raka'at atau dia sama sekali tidak mendapatkan sedikitpun darinya. Orang-orang yang berperang juga diperintahkan shalat, meski dalam situasi yang genting dan rawan. Semua itu menunjukkan tekad pelaksanannya pada waktunya. Sekiranya di sana ada rukhsah, tentunya mereka akan menundanya, agar mereka dapat mengerjakannya lengkap degan syarat dan rukun-rukunnya, yang tidak mungkin dapat dipenuhi ketika perang sedang berkecamuk. Hal ini menunjukkan pelaksanaannya pada waktunya, di samping mengerjakan semua yang diwajibkan dalam shalat dan yang disyaratkan di dalamnya.

Tentang tidak diterimanya qadha' orang yang menunda shalat hingga keluar dari waktunya, bukan berarti dia lebih ringan dari orang-orang yang diterima penundaannya. Mereka ini tidak berdosa. Kalaupun qadha'nya tidak diterima, hal itu dimaksudkan sebagai hukuman atas dirinya. Ibnul Qayyim menguaraikan panjang lebar masalah ini. Maka siapa yang hendak mengetahuinya lebih lanjut, silakan lihat kitabnya.

Uraian Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tentang masalah ini  disampaikan di dalam 'Al-Ikhiyarat'. Dia berkata, "Orang yang meninggalkan shalat secara sengaja, tidak disyari'atkan qadha' bagi dirinya dan tidak sah qadha'nya. Tapi dia harus memperbanyak tathawu'. Ini juga merupakan pendapat segolongan orang-orang salaf seperti Abu Abdurrahman rekan Asy-Syafi'i, Daud dan para pengikutnya. Tidak ada satu dalil pun yang bertentangan dengan pendapat ini dan bahkan sejalan dengannya. Yang condong kepada pendapat ini ialah Syaikh Shiddiq hasan di dalam kitabnya, 'Ar-Raudhatun Nadiyyah'.

Inilah yang dapat kami ringkas tentang masalah ini, dan Allah-lah yang lebih mengetahui mana yang lebih benar.

KESIMPULAN HADITS DAN HUKUM-HUKUMNYA
[1]. Kewajiban qadha' shalat bagi orang yang lupa dan tertidur, yang
dilaksanakan ketika mengingatnya.
[2]. Kewajiban segera melaksanakannya, karena penundaannya setelah
mengingatkannya sama dengan meremehkannya.
[3]. Tidak ada dosa bagi orang yang menunda shalat bagi orang yang mempunyai alasan, seperti lupa dan tertidur, selagi dia tidak mengabaikannya, seperti tidur setelah masuk waktu atau menyadari dirinya tidak memperhatikan waktu, sehingga dia tidak mengambil sebab yang dapat membangunnkannya pada waktunya. Kafarat yang disebutkan di sini bukan karena dosa yang dilakukan, tapi makna kafarat ini, bahwa karena meninggalkan shalat itu dia tidak bisa mengerjakannya yang lainnya, seperti memberi makan, memerdekakan budak atau ketaatan lainnya. Berarti dia tetap harus mengerjakan shalat itu.       

Thursday 29 March 2012

Tingkatan Iman,Islam dan Ihsan (Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab)


         MENGENAL ISLAM

Islam, ialah berserah diri kepada Allah dengan tauhid dan tunduk kepada-Nya  dengan penuh kepatuhan akan segala perintah-Nya serta menyelamatkan diri dari perbuatan syirik dan orang-orang yang berbuat syirik.

Dan agama Islam, dalam pengertian tersebut, mempunyai tiga tingkatan, yaitu : Islam, Iman dan Ihsan, masing-masing tingkatan mempunyai rukun-rukunnya.

I.    Tingkatan Islam

Adapun tingkatan Islam, rukunnya ada lima :

[1] Syahadat (pengakuan dengan hati dan lisan) bahwa "Laa Ilaaha Ilallaah" (Tiada sesembahan yang haq selain Allah) dan Muhammad adalah Rasulullah.
[2] Mendirikan shalat.
[3] Mengeluarkan zakat.
[4] Shiyam pada bulan Ramadhan.
[5] Haji ke Baitullah Al-Haram.

[1]. Dalil Syahadat.

Firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Allah menyatakan bahwa tiada sesembahan (yang haq) selain Dia, dengan senantiasa menegakkan keadilan (Juga menyatakan demikian itu) para malaikat dan orang-orang yang berilmu. Tiada sesembahan (yang haq) selain Dia. Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". [Al-Imraan : 18]

"Laa Ilaaha Ilallaah"' artinya : Tiada sesembahan yang haq selain Allah.

Syahadat ini mengandung dua unsur : menolak dan menetapkan. "Laa Ilaaha", adalah menolak segala sembahan selain Allah. "Illallaah" adalah menetapkan bahwa penyembahan itu hanya untuk Allah semata-mata, tiada sesuatu apapun yang boleh dijadikan sekutu didalam penyembahan kepada-Nya, sebagaimana tiada sesuatu apapun yang boleh dijadikan sekutu di dalam kekuasaan-Nya.

Tafsiran syahadat tersebut diperjelas oleh firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala .
"Artinya : Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kepada kaumnya : 'Sesungguhnya aku menyatakan lepas dari segala yang kamu sembah, kecuali Tuhan yang telah menciptakan-ku, karena sesungguhnya Dia akan menunjuki'. Dan (Ibrahim) menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya supaya mereka senantiasa kembali (kepada tauhid)". [Az-Zukhruf : 26-28]

"Artinya : Katakanlah (Muhammad) : 'Hai ahli kitab ! Marilah kamu kepada suatu kalimat yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, yaitu ; hendaklah kita tidak menyembah selain Allah dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya serta janganlah sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka :'Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang muslim (menyerahkan diri kepada Allah)". [Ali 'Imran : 64]

Adapun dalil syahadat bahwa Muhammad adalah Rasulullah.

Firman Allah Ta'ala.

"Artinya : Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kalangan kamu sendiri, terasa berat olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) untukmu, amat belas kasihan lagi penyayang kepada orang-orang yang beriman". [At-Taubah : 128]

Syahadat bahwa Muhammad adalah Rasulullah, berarti : mentaati apa yang diperintahkannya, membenarkan apa yang diberitakannya, menjauhi apa yang dilarang serta dicegahnya, dan menyembah Allah hanya dengan cara yang disyariatkannya.

[2]. Dalil Shalat dan Zakat serta tafsiran Tauhid.

Firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Padahal mereka tidaklah diperintahkan kecuali supaya beribadah kepada Allah, dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya lagi bersikap lurus, dan supaya mereka mendirikan Shalat serta mengeluarkan Zakat. Demikian itulah tuntunan agama yang lurus". [Al-Bayyinah : 5]

[3]. Dalil Shiyam

Firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Wahai orang-orang yang beriman ! Diwajibkan kepada kamu untuk melakukan shiyam, sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa". [Al-Baqarah : 183]

[4]. Dalil Haji.

Firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Dan hanya untuk Allah, wajib bagi manusia melakukan haji, yaitu (bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Dan barangsiapa yang mengingkari (kewajiban haji) maka sesungguhnya Allah Maha tidak memerlukan semsesta alam". [Al 'Imran : 97)]

II.    Tingkatan Iman.

Iman itu lebih dari tujuh puluh cabang. Cabang yang paling tinggi ialah syahadat "Laa Ilaaha Ilallaah", sedang cabang yang paling rendah ialah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan sifat malu adalah salah satu dari cabang Iman.

Rukun Iman ada enam, yaitu :

[1] Iman kepada Allah.
[2] Iman kepada para Malaikat-Nya.
[3] Iman kepada Kitab-kitab-Nya.
[4] Iman kepada para Rasul-Nya.
[5] Iman kepada hari Akhirat, dan
[6] Iman kepada Qadar, yang baik dan yang buruk. (Qadar : takdir, ketentuan Ilahi. Yaitu : Iman bahwa segala sesuatu yang terjadi di dalam semesta ini adalah diketahui, dikehendaki dan dijadikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala ).
Dalil keenam rukun ini, firman Allah Ta'ala.

"Artinya : Berbakti (dari Iman) itu bukanlah sekedar menghadapkan wajahmu (dalam shalat) ke arah Timur dan Barat, tetapi berbakti (dan Iman) yang sebenarnya ialah iman seseorang kepada Allah, hari Akhirat, para Malaikat, Kitab-kitab dan Nabi-nabi..." [Al-Baqarah : 177]

Dan firman Allah Ta'ala.

"Artinya : Sesungguhnya segala sesuatu telah Kami ciptakan sesuai dengan qadar". [Al-Qomar : 49]

III.    Tingkatan Ihsan.

Ihsan, rukunnya hanya satu, yaitu :

"Artinya : Beribadah kepada Allah dalam keadaan seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu". [Pengertian Ihsan tersebut adalah penggalan dari hadits Jibril, yang dituturkan oleh Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu , sebagaimana akan disebutkan]

Dalilnya, firman Allah Ta'ala.

"Artinya : Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat ihsan". [An-Nahl : 128]

Dan firman Allah Ta'ala.

"Artinya : Dan bertakwallah kepada (Allah) Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. Yang melihatmu ketika kamu berdiri (untuk shalat) dan (melihat) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud. Sesunnguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". [Asy-Syu'araa : 217-220]

Serta firman-Nya.

"Artinya : Dalam keadaan apapun kamu berada, dan (ayat) apapun dari Al-Qur'an yang kamu baca, serta pekerjaan apa saja yang kamu kerjakan, tidak lain kami adalah menjadi saksi atasmu diwaktu kamu melakukannya". [Yunus : 61]

Adapun dalilnya dari Sunnah, ialah hadits Jibril [Disebut hadits jibril, karena jibril-lah yang datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam , dengan menanyakan kepada beliau tentang, Islam, Iman dan masalah hari Kiamat. Hal itu dimaksudkan untuk memberikan pelajaran kepada kaum muslimin tentang masalah-masaalah agama.] yang masyhur, yang diriwayatkan dari 'Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu .

"Artinya : Ketika kami sedang duduk di sisi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam , tiba-tiba muncul ke arah kami seorang laki-laki, sangat putih pakaiannya, hitam pekat rambutnya, tidak tampak pada tubuhnya tanda-tanda sehabis dari bepergian jauh dan tiada seorangpun di antara kami yang mengenalnya. Lalu orang itu duduk di hadapan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam , dengan menyandarkan kelututnya pada kedua lutut beliau serta meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua paha beliau, dan berkata : 'Ya Muhammad, beritahulah aku tentang Islam', maka beliau menjawab :'Yaitu : bersyahadat bahwa tiada sesembahan yang haq selain Allah serta  Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, melakukan shiyam pada bulan Ramadhan dan melaksanakan haji ke Baitullah jika kamu mampu untuk mengadakan perjalanan ke sana'. Lelaki itu pun berkata : 'Benarlah engkau'. Kata Umar :'Kami merasa heran kepadanya, ia bertanya kepada beliau, tetapi juga membenarkan beliau. Lalu ia berkata : 'Beritahulah aku tenatng Iman'. Beliau menjawab :'Yaitu : Beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya dan hari Akhirat, serta beriman kepada Qadar yang baik dan yang buruk'. Ia pun berkata : 'Benarlah engkau'. Kemudian ia berkata : 'Beritahullah aku tentang Ihsan'. Beliau menjawab : Yaitu : Beribadah kepada Allah dalam keadaan seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu'. Ia berkata lagi. Beritahulah aku tentang hari Kiamat. Beliau menjawab : 'Orang yang ditanya tentang hal tersebut tidak lebih tahu dari pada orang yang bertanya'. AKhirnya ia berkata :'Beritahulah aku sebagian dari tanda-tanda Kiamat itu'. Beliau menjawab : Yaitu : 'Apabila ada hamba sahaya wanita melahirkan tuannya dan apabila kamu melihat orang-orang tak beralas kaki, tak berpakaian sempurna melarat lagi, pengembala domba saling membangga-banggakan diri dalam membangun bangunan yang tinggi'. Kata Umar : Lalu pergilah orang laki-laki itu, semantara kami berdiam diri saja dalam waktu yang lama, sehingga Nabi bertanya : Hai Umar, tahukah kamu siapakah orang yang bertanya itu ? Aku menjawab : Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Beliau pun bersabda : 'Dia adalah Jibril, telah datang kepada kalian untuk mengajarkan urusan agama kalian". [Hadits Riwayat Muslim dalam Shahihnya, kitab Al-Iman, bab 1, hadits ke 1. Dan diriwayatkan juga hadits dengan lafadz seperti ini dari Abu Hurairah oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya, kitab Al-Iman, bab 37, hadits ke 1.]       

Makna Tauhid dan Syahadad "Laa ilaaha illallah"


         Firman Allah Ta'ala:

"Artinya : Orang-orang yang diseru oleh kaum musyrikin itu, mereka sendiri senantiasa berusaha untuk mendekatkan diri kepada Tuhan mereka, siapa diantara mereka yang lebih dekat (kepadaNya), dan mereka mengharapkan rahmat-Nya serta takut akan siksa-Nya, sesungguhnya siksa Tuhanmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti." [Al-Isra': 57]

"Artinya : Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada bapak dan kaumnya; Sesungguhnya aku melepaskan diri dari segala apa yang kamu sembah, kecuali Allah saja Tuhan yang telah menciptakan aku, karena hanya Dia yang akan menunjukiku (kepada jalan kebenaran)." [Az-Zukhruf: 26-27]

"Artinya : Mereka, menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah, dan (mereka mempertuhankan pula) Al-Masih putera Maryam, padahal mereka itu tiada lain hanyalah diperintahkan untuk beribadah kepada Satu Sembahan, tiada Sembahan yang haq selain Dia. Maha Suci Allah dari perbuatan syirik mereka." [At-Taubah: 31]

"Artinya : Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, yaitu dengan mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah..."[Al-Baqarah: 165]

Diriwayatkan dalam Shahih (Muslim), bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Artinya : Barangsiapa mengucapkan Laa ilaha illa Allah dan mengingkari sesembahan selain Allah, haramlah harta dan darahnya, sedang hisab (perhitungan)nya adalah terserah kepada Allah 'Azza wa Jalla."


Kandungan dalam tulisan ini:

[1]. Ayat dalam surah Al-Isra'. Diterangkan dalam ayat ini bantahan terhadap kaum musyrikin yang menyeru (meminta) kepada orang-orang shaleh. Maka, ayat ini mengandung sesuatu penjelasan bahwa perbuatan mereka itu syirik akbar.

[2]. Ayat dalam surah Bara'ah (At-Taubah). Diterangkan dalam ayat ini bahwa kaum Ahli Kitab telah menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah, dan diterangkan bahwa mereka tiada lain hanya diperintahkan untuk beribadah kepada Satu Sembahan yaitu Allah. Padahal tafsiran ayat ini, yang jelas dan tidak dipermasalahkan lagi, yaitu mematuhi orang-orang alim dan rahib-rahib dalam tindakan mereka yang bertentangan dengan hukum Allah; dan maksudnya bukanlah kaum Ahli Kitab itu menyembah mereka.

Dapat diambil kesimpulan dari ayat ini bahwa tafsiran "Tauhid" dan Syahadat "Laa ilaha illa Allah" yaitu: pemurnian ketaatan kepada Allah, dengan menghalalkan apa yang dihalalkan Allah dan mengharamkan apa yang diharamkan-Nya.

[3]. Kata-kata Al-Khalil Ibrahim 'Alaihissallam kepada orang-orang kafir: "Sesungguhnya aku melepaskan diri dari apa yang kamu sembah, kecuali Allah saja Tuhan yang telah menciptakan aku..."

Disini beliau mengecualikan Allah dari segala sembahan. Pembebasan diri (dari segala sembahan yang bathil) dan pernyataan setia (kepada Sembahan yang haq, yaitu Allah) adalah tafsiran yang sebenarnya dari syahadat "Laa ilaha illa Allah." Allah Ta'ala berfirman: "Dan Ibrahim menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya, supaya mereka kembali (kepada jalan kebenaran). (Az-Zukhruf: 28)

[4]. Ayat dalam surah Al-Baqarah yang berkenaan dengan orang-orang kafir, yang dikatakan oleh Allah dalam firman-Nya: "Dan mereka tidak akan dapat keluar dari neraka."

Disebutkan dalam ayat tersebut bahwa mereka menyembah tandingan-tandingan selain Allah, yaitu dengan mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Ini menunjukkan bahwa mereka mempunyai kecintaan yang besar kepada Allah, akan tetapi kecintaan mereka itu belum bisa memasukkan mereka kedalam Islam. Dari ayat dalam surah Al-Baqarah ini dapat diambil kesimpulan bahwa tafsiran "tauhid" dan syahadat "Laa ilaha illa Allah" yaitu: pemurniaan kecintaan kepada Allah yang diiringi dengan rasa rendah diri dan penghambaan hanya kepada-Nya.

Lalu bagaimana dengan orang yang mencintai sembahan-nya lebih besar daripada kecintaannya kepada Allah? Kemudian, bagaimana dengan orang yang hanya mencintai sesembahan selain Allah itu saja dan tidak mencintai Allah?

[5]. Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Barang siapa mengucapkan Laa ilaha illa Allah dan mengingkari sesembahan selain Allah, haramlah harta dan darahnya, sedang hisab (perhitungan)nya adalah terserah kepada Allah 'Azza wa Jalla."

Ini adalah termasuk hal terpenting yang menjelaskan pengertian "Laa ilaha illa Allah". Sebab apa yang dijadikan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai pelindung darah dan harta bukanlah sekedar mengucapkan kalimat "Laa ilaha illa Allah" itu, bukan pula dengan mengerti makna dan lafadznya, bukan pula dengan mengakui kebenaran kalimat tersebut, bahkan bukan juga tidak meminta kecuali kepada Allah saja, yang tiada sekutu bagi-Nya. Akan tetapi tidaklah haram dan terlindung harta dan darahnya hingga dia menambahkan kepada pengucapan kalimat "Laa ilaha illa Allah" itu pengingkaran kepada segala sembahan selain Allah. Jika dia masih ragu atau bimbang, maka belumlah haram dan terlindung harta dan darahnya.

Sungguh agung dan penting sekali tafsiran "Tauhid" dan syahadat "Laa ilaha illa Allah" yang terkandung dalam hadits ini, sangat jelas keterangan yang dikemukakannya dan sangat meyakinkan argumentasi yang diajukan bagi orang yang menentang.       

Saturday 17 March 2012

Adab-Adab Ikhtilaf



"Artinya : Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq-akhlaq yang mulia". [Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam 'Adabul Mufrad' dan Imam Ahmad. Lihat 'Silsilah Ash-shahihah 15']

Di antara adab-adab itu ialah :

[1]. Lapang Dada Menerima Kritik Yang Sampai Kepada Anda Untuk Membetulkan Kesalahan, Dan Hendaklah Anda Ketahui Bahwa Ini Adalah Nasehat Yang Dihadiahkan Oleh Saudara Seiman Anda.

Ketahuilah ! Bahwa penolakan anda terhadap kebenaran dan kemarahan anda karena pembelaan terhadap diri adalah kesombongan -A'aadzanallah. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda.

"Artinya : Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain". [Hadits Riwayat Muslim]

Banyak sekali contoh sekitar adab yang mulia ini yang telah dijelaskan oleh para salafus shalih, dianaaranya adalah :

Kisah yang diceritakan oleh al-Hafizh Ibnu Abdil Bar, beliau berkata : "Banyak orang telah membawa berita kepada saya, berasal dari Abu Muhammad Qasim bin Ashbagh, dia berkata : "Ketika saya melakukan perjalanan ke daerah timur, saya singgah di Qairawan. Disana saya mempelajari hadits Musaddad dari Bakr bin Hammad. Kemudian saya melakukan perjalanan ke Baghdad dan saya temui banyak orang (Ulama) disana. Ketika saya pergi (dari Baghdad), saya kembali lagi kepada Bakr bin Hammad (di Qairawan-red) untuk menyempurnakan belajar hadits Musaddad.

Suatu hari saya membacakan hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dihadapan beliau (untuk mempelajarinya) :

"Artinya : Sungguh telah datang satu kaum dari Muldar yang (Mujtaabin Nimar)"
Beliau (Bakr bin Hammad) berkata kepadaku "Sesungguhnya yang benar adalah Mujtabits Tsimar. Aku katakan padanya Mujtaabin Nimar, demikianlah aku membacanya setiap kali aku membacakannya di hadapan setiap orang yang aku temui di Andalusia dan Irak"

Beliau berkata kepadaku : "Karena enngkau pergi ke Irak, maka kini engkau (berani) menentang aku dan menyombongkan diri dihadapanku ?" Kemudian dia berkata kepadaku (lagi) : "Ayolah kita bersama-sama bertanya kepada syaikh itu (menunjuk seorang syaikh yang berada di Masjid), dia punya ilmu dalam hal seperti ini"

Kami pun pergi ke syaikh tersebut dan kami menanyainya tentang hal ini.

Beliau berkata : "Sesungguhnya yang benar adalah [Mujtaabin Nimar]" seperti yang aku baca. Artinya adalah : Orang-orang yang memakai pakaian, bagian depannya terbelah, kerah bajunya ada di depan. Nimar adalah bentuk jama' dari Namrah. Bakr bin Hammad berkata sambil memegangi hidungnya : "Aku tunduk kepada al-haq, aku tunduk kepada al-haq !" lalu ia pergi. [Mukhtasyar Jaami' Bayanil Ilmi wa Fadlihi, hal.123 yang diringkas oleh Syaikh Ahmad bin Umar al-Mahmashaani]

Saudaraku, cobalah anda perhatikan -semoga Allah senantiasa menjaga anda- betapa menakjubkan sikap Adil ini ! Alangkah perlunya kita pada sikap adil seperti sekarang ! Akan tetapi mana mungkin hal itu terjadi kecuali bagi orang yang ikhlas niatnya karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala . Inilah dia Imam Malik rahimahullah (pada masa hidupnya-red) pernah berkata : "Tidak ada sesuatupun yang lebih sedikit dibandingkan dengan sifat adil pada zaman sekarang ini" [Mukhtasyar Jaami' Bayanil Ilmi wa Fadlihi, hal . 120 yang diringkas oleh Syaikh Ahmad bin Umar al-Mahmashaani]

Maka apa lagi dengan zaman sekarang ini yang sudah demikian berkecamuknya hawa nafsu!! -Kita berlindung kepada Allah dari fitnah yang menyesatkan-.

[2]. Hendaklah Memilih Ucapan Yang Terbaik Dan Terbagus Dalam Berdiskusi Dengan Sesama Saudara Muslim.

Allah berfirman.

"Artinya : Serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia" [Al-Baqarah : 83]

Dari Abu Darda' Radhiyallahu 'anhu , bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Tidak ada sesuatupun yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin pada hari kiamat dibanding akhlaq yang baik, dan sesungguhnya Allah murka kepada orang yang keji dan jelek (akhlaqnya)". [Hadits Riwayat Tirmidzi).

[3]. Hendaklah Diskusi Yang Dilakukan Terhadap Saudara Sesama Muslim, Dengan Cara-Cara Yang Bagus Untuk Menuju Suatu Yang Lebih Lurus.

Yang menjadi motif dalam berdiskusi hendaklah kebenaran, bukan untuk membela hawa nafsu yang sering memerintahkan pada kejelekan. Akhlak anda ketika berbicara terletak pada keikhlasan anda. Jika diskusi (tukar fikiran) sampai ketingkat adu mulut, maka katakanlah : "salaam/selamat berpisah !" dan bacakanlah kepadanya sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam .
"Artinya : Saya adalah pemimpin di sebuah rumah di pelataran sorga bagi orang yang meninggalkan adu mulut meskipun ia benar" [Hadits Riwayat Abu Daud dari Abu Umamah al-Bahily]

Al-Hafizh Ibnu Abdil Bar menyebutkan dari Zakaria bin Yahya yang berkata : "Saya telah mendengar Al-Ashma'i berkata : "Abdullah bin Hasan berkata : Adu mulut akan merusak persahabatan yang lama, dan mencerai beraikan ikatan (persaudaraan) yang kuat, minimal (adu mulut) akan menjadikan mughalabah (keinginan untuk saling mengalahkan) dan mughalabah adalah sebab terkuat putusnya ikatan persaudaraan. [Mukhtasyar Jaami' Bayan al-Ilmi wa Fadlihi hal. 278]

Dari Ja'far bin Auf, dia berkata : saya mendengar Mis'ar berkata kepada Kidam, anaknya :

Kuhadiahkan buatmu wahai Kidam nasihatku
Dengarlah perkataan bapak yang menyayangimu
Adapun senda gurau dan adu mulut, tinggalkanlah keduanya
Dia adalah dua akhlak yang tak kusuka dimiliki teman
Ku pernah tertimpa keduanya lalu akupun tak menyukainya
Untuk tetangga dekat ataupun buat teman

Para salaf shalih telah membuat permisalan yang sangat cemerlang tentang etika ikhtilaf (perselisihan pendapat), diantaranya adalah

Thursday 8 March 2012

Penghalang-penghalang Do'a


         Banyak orang yang berdoa melakukan perbuatan yang menyebabkan doa mereka ditolak dan tidak dikabulkan, karena kebodohan mereka tentang syarat-syarat doa, padahal apabila tidak terpenuhi salah satu syarat tersebut, maka doa tersebut tidak dikabulkan.

Adapun syarat-syarat yang terpenting antara lain.

[1]. Ikhlas

Sebagaimana firman Allah.

"Artinya : Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya". [Ghafir : 14]

Ibnu Katsir mengatakan bahwa setiap orang yang beribadah dan berdoa hendaknya dengan ikhlas serta menyelisihi orang-orang musyrik dalam cara dan madzhab mereka.[Tafsir Ibnu Katsir 4/73]

Dari Abdurrahman bin Yazid bahwa dia berkata bahwasanya Ar-Rabii' datang kepada 'Alqamah pada hari Jum'at dan jika saya tidak ada dia memberikan kabar kepada saya, lalu 'Alqamah bertemu dengan saya dan berkata :

Saturday 3 March 2012

As-Saa'ah Nabi Isa عليه السلام ( Sifat Turunnya Isa 'alaihis salam)


         Setelah Dajjal muncul dan melakukan perusakan di muka bumi, Allah mengutus Isa 'Alaihissallam untuk turun ke bumi, dan turunnya adalah di menara putih di timur Damsyiq, Syiria. Beliau mengenakan dua buah pakaian yang dicelup dengan waras dan za'faran ; dan beliau taruh kedua telapak tangan beliau di sayap dua orang Malaikat. Bila beliau menundukkan kepala, meneteslah/menurunlah rambutnya, dan bila diangkat kelihatan landai seperti mutiara. Dan tidak ada orang kafir yang mencium nafasnya kecuali akan mati, dan nafasnya itu sejauh pandangan matanya.

Beliau akan turun pada kelompok yang diberi pertolongan oleh Allah yang berperang untuk menegakkan kebenaran dan bersatu-padu menghadapi Dajjal. Turunlah beliau pada waktu sedang diiqamati shalat, lantas beliau shalat di belakang pemimpin kelompok itu.

Ibnu Katsir berkata,

As-Saa'ah Nabi Isa عليه السلام ( Dalil-dalil tentang turunnya Nabi Isa 'Alaihis salam))


         [1]. Allah berfirman:

"Artinya : Dan tatkala putra Maryam (Isa) dijadikan perumpamaan tiba-tiba kaummu (Quraisy) bersorak karenanya. Dan mereka berkata, "Manakah yang lebih baik, tuhan-tuhan kami atau dia (Isa)?" Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar.

Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan kepadanya nikmat (kenabian) dan Kami jadikan dia sebagai tanda bukti (kekuasaan Allah) untuk Bani Israil.

Dan kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan sebagai gantimu di muka bumi, malaikat-malaikat yang turun-temurun.

Dan sesungguhnya Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari kiamat. Karena itu janganlah kamu ragu-ragu tentang kiamat itu; dan ikutilah Aku. Inilah jalan yang lurus." [Az- Zukhruf: 57-61]

As-Saa'ah Nabi Isa عليه السلام ( Dalil-dalil as-Sunnah tentang turunnya Nabi Isa 'Alaihis salam))


         Dalil-dalil dari Sunnah mengenai akan turunnya kembali Isa 'Alaihissallam banyak sekali jumlahnya dan berderajat mutawatir sebagaimana telah kami sebutkan sebagian di muka, dan di sini akan saya sebutkan sebagian pula, tidak keseluruhan, karena kuatir akan terkesan terlalu panjang. Hadits-hadits tersebut antara lain:

[1]. Asy-Syaikhani (Bukhari dan Muslim) meriwayatkan dari Abu Hurairah 'Alaihissallam , ia ber-kata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Artinya : Demi Allah yang diriku tangan-Nya, benar-benar putra Maryam akan turun di tengah-tengah kamu sebagai juru damai yang adil, lalu ia menghancurkan salib, dan harta kekayaan melimpah ruah hingga tidak ada seorangpun yang mau menerima (shadaqah atau zakat) dari orang lain, sehingga pada waktu itu sujud satu kali lebih baik daripada dunia dan isinya. " Kemudian Abu Hurairah berkata, "Bacalah firman Allah ini jika Anda mau:

"Artinya : Tidak ada seorang pun dari ahli kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. Dan pada hari kiamat nanti Isa akan menjadi saksi terhadap mereka." [Shahih Bukhari, Kitab Ahaadiitsil Anbia' ,Bab Nuzuli Isa Ibni Maryam 'alahissalam 6: 490-491; Shahih Muslim, Bab Nuzuli Isa Ibni Maryam 'Alaihissallam Haakiman 2: 189-191]

Inilah penafsiran Abu Hurairah terhadap ayat ini bahwa yang dimaksud ialah di antara ahli kitab akan ada orang yang beriman kepada Nabi Isa 'Alaihissallam sebelum beliau meninggal dunia. Hal ini terjadi ketika beliau turun kembali ke bumi pada akhir zaman sebagaimana telah dijelaskan di muka.

[2]. Asy-Syaikhani juga meriwayatkan dari Abu Hurairah 'Alaihissallam , ia berkata: Rasulullah saw bersabda:

"Artinya : Bagaimana keadaanmu nanti apabila putra Maryam telah diturunkan di tengah-tengah kamu, sedangkan imam kamu adalah dari antara kamu sendiri?" [Shahih Bukhari 6: 491; Shahih Muslim 2:193]

[3]. Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir 'Alaihissallam , ia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Artinya : Akan senantiasa ada segolongan dari umatku yang berjuang membela kebenaran dengan memperoleh pertolongan hingga datangnya hari kiamat.... Kemudian akan turun Isa putra Maryam 'Alaihissallam , lalu pemimpin mereka berkata (kepada Isa), Silakan Anda shalat mengimami kami! Isa menjawab, Tidak usah, sesungguhnya sebagian kalian adalah pemimpin bagi sebagian yang lain, sebagai kemunculan dari Allah bagi umat ini." [Shahih Muslim 2: 193-194].

[4]. Telah disebutkan di muka hadits Hudzaifah bin Usaid yang membicarakan tanda-tanda kiamat yang besar yang di dalamnya disebutkan tentang "akan turunnya Isa putra Maryam 'Alaihissallam ." [Shahih Muslim 18: 27-28].

[5]. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu , bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

Friday 2 March 2012

As-Saa'ah Nabi Isa عليه السلام ( Ciri-Ciri Isa 'Alaihissallam)


         Sebelum kita membicarakan masalah turunnya Isa Ibnu Maryam 'Alaihissallam , baiklah kita mengenal sifat-sifat atau identitasnya terlebih dahulu sebagaimana yang disebutkan di dalam nash-nash syar'iyyah.

IDENTITAS ISA 'Alaihissallam
      Ciri-ciri beliau menurut beberapa riwayat ialah bertubuh sedang, tidak tinggi dan tidak pendek, berkulit merah dan berbulu, dadanya bidang, rambutnya lurus seperti orang baru keluar dari pemandian, dan rambutnya itu sampai di bawah ujung telinga (bagian bawah) yang disisir rapi dan memenuhi kedua pundaknya.

      Hadits-hadits yang menerangkan ciri-ciri Nabi Isa 'Alaihissallam antara lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu , ia berkata: Rasulullah saw bersabda:

"Artinya : Pada malam ketika saya diisra 'kan soya bertemu Musa, ..." lalu beliau menyebutkan ciri-cirinya, kemudian melanjutkan sabdanya, "Dan saya juga bertemu Isa, perawakannya sedang, kulitnya merah, seperti orang yang baru keluar dari pemandian. " [Shahih Bukhari, Kitab Ahaadiitsil Anbiya', Bab Qaulillah "Wadzkuruu fil Kitaabi Maryam" 6: 476; Shahih Muslim dengan Syarah Nawawi, Bab Al-Isra' bi Rasulillah wa Fardhish-Shalawat 2: 232]

      Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu , ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Artinya : Saya melihat Isa, Musa, dan Ibrahim (pada malam isra'). Isa berkulit merah dan berbulu, serta bidang dadanya. " [Shahih Bukhari 6: 477].

      Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu , ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

As-Saa'ah Al-Mahdi (Sebagian Hadits shahih yang berhubungan dengan AL-Mahdi)


 1]. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu , ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Artinya : Bagaimana keadaanmu jika Ibnu Maryam telah turun kepadamu dan imam kamu dari golonganmu?" [Shahih Bukhari, Kitab Ahaditsil Anbiya', Bab Nuzuli Isa bin Maryam 'Alaihissallam 6: 491; Shahih Muslim, Kitab Al-Iman, Bab Nuzuli Isa bin Maryam Hakiman 2: 193]

[2]. Dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu 'anhu , ia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam , bersabda:

"Artinya : Akan senantiasa ada segolongan dari umatku yang tampil membela kebenaran hingga datangnya hari kiamat." Kemudian, sabda beliau selanjutnya, "akan turun Isa ibnu Maryam, lalu pemimpin mereka berkata, 'Marilah shalat mengimami kami. ' Lalu Isa menjawab, 'Tidak! Sesungguhnya sebagian kamu adalah pemimpin bagi sebagian yang lain, sebagai kehormatan dari Allah. '" [Shahih Muslim, Kitabul Iman, Bab Nuzuli Isa bin Maryam 'Alaihissallam . Hakim 2: 193-194].

[3]. Dari Jabir bin Abdullah 'Alaihissallam , dia berkata:

Thursday 1 March 2012

As-Saa'ah Al-Mahdi ( Dalil-dalil As-Sunnah yang menunjukkan akan kemunculannya)


         Banyak hadits shahih yang menunjukkan akan munculnya Al-Mahdi ini. Di antaranya ada hadits-hadits yang secara eksplisit menyebutkan Al-Mahdi dan ada pula yang hanya menyebut sifat-sifat atau identifikasinya saja. Di sini akan kami sebutkan beberapa hadits saja yang kami pandang sudah cukup untuk menunjukkan akan munculnya Al-Mahdi pada akhir zaman yang merupakan salah satu tanda sudah dekatnya hari kiamat.

[1]. Dari Abu Sa'id Al-Khudri Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

"Artinya : Pada masa akhir umatku akan muncul Al-Mahdi. Pada waktu itu Allah me-nurunkan banyak hujan, bumi menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, memberikan banyak harta (penghasilan), banyak ternak, umat menjadi mulia, dan dia hidup selama tujuh atau delapan tahun." [Mustadrak Al-Hakim 4: 557-558, dan ia berkata, "Ini adalah hadits yang shahih isnadnya, tetapi Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya." Dan Adz-Dzahabi menyetujui pendapat Al-Hakim ini. Al-Albani berkata, "Ini adalah sanad yang shahih yang perawi-perawinya terpecaya." Silsilatul-Ahaditsish-Shalihah 2:336, hadits no. 711. Dan periksa risalah (Thesis) Abdul Alim" Ahaditsul Mahdi Fi Mizanil-Jarhi wat-Ta'dil" halaman 127-128]

[2]. Juga diriwayatkan dari Abu Sa'id Al-Khudri Radhiyallahu 'anhu , ia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Artinya : Aku sampaikan kabar gembira kepada kalian dengan datangnya Al-Mahdi yang akan diutus (ke tengah-tengah manusia) ketika manusia sedang dilanda perselisihan dan kegoncangan-kegoncangan, dia akan memenuhi bumi dengan kejujuran dan keadilan sebagaimana sebelumnnya bumi dipenuhi dengan penganiayaan dan kezhaliman. Seluruh penduduk langit dan bumi menyukainya, dan dia akan membagi-bagikan kekayaan secara tepat (merata)." Lalu ada seseorang yang bertanya kepada beliau, "Apakah yang dimaksud dengan shihah (tepat) ?" Beliau menjawab, "Merata di antara manusia." Dan selanjutnya beliau bersabda, "Dan Allah akan memenuhi hati umat Muhammad saw dengan kekayaan (kepuasan), dan meratakan keadilan kepada mereka seraya memerintahkan seorang penyeru untuk menyerukan: 'Siapakah yang membutuhkan harta? Maka tidak ada seorang pun yang berdiri kecuali satu, lalu Al-Mahdi berkata, "Datanglah kepada bendahara dan katakan kepadanya, 'Sesungguhnya Al-Mahdi menyuruhmu memberi uang. 'Kemudian bendahara berkata, 'Ambillah sedikit'' Sehingga setelah dibawanya ke kamarnya, dia menyesal seraya berkata, 'Saya adalah umat Muhammad yang hatinya paling rakus. atau saya tidak mampu mencapai apa yang mereka capai' Lalu ia mengembalikan uang (harta) tersebut, tetapi ditolak seraya dikatakan kepadanya, 'Kami tidak mengambil kembali apa yang telah kami berikan.' Begitulah kondisinya waktu itu yang berlangsung selama tujuh, delapan, atau sembilan tahun. Kemudian tidak ada kebaikan lagi dalam kehidupan sesudah itu. " [Musnad Ahmad 3: 37. Al-Haitsami berkata, "Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan lainnya secara ringkas, dan diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan berbagai sanad, juga diriwayatkan oleh Abu Ya'la dengan ringkas dan perawi-perawinya terpecaya." Majma'uz Zawaid 7: 313:314. Dan periksalah "Aqidatu ahlis-Sunnah wal-Atsar fi Al-Mahdi Al-Muntazhar" halaman 177 karya Syekh Abdul Muhsin Al-'Abbad)].

Hadits ini menunjukkan bahwa setelah kematian Al-Mahdi akan muncul keburukan dan muncul fitnah-fitnah yang besar.

[3]. Dari Ali Shallallahu 'alaihi wa sallam . ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Artinya : Al-Mahdi itu dari golongan kami, ahli bait. Allah memperbaikinya dalam satu malam. " [Musnad Ahmad 2: 58 hadits nomor 645 dengan tahqiq Ahmad Syakir yang mengatakan. "Isnadnya shahih." Dan Sunan Ibnu Majah 2:1367. Hadits ini juga dishahkan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami' Ash-Shaghir 6: 22 hadits nomor 6611].

Ibnu Katsir berkata, "

Wednesday 29 February 2012

As-Saa'ah Al-Mahdi ( Al-Mahdi, Namanya,Sifat-Sifatnya Dan Tempat Keluarnya)


         AL-MAHDI
      Pada akhir zaman akan keluar seorang laki-laki dari golongan Ahlul-Bait (keturunan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ) dan Allah mengokohkan Dinnul Islam dengannya pada saat itu. Dia berkuasa selama tujuh tahun. Pada waktu itu dia memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan kelaliman dan kezhaliman. Pada masanya umat manusia merasakan nikmat yang belum pernah dirasakan sebelumnya; bumi rnengeluarkan tumbuh-tumbuhan, langit menurunkan hujan, dan memberikan penghasilan (kekayaan) yang tak terhitung banyaknya.

      lbnu Katsir rahimahullah berkata, "Pada waktu itu banyak buah-buahan, tanam-tanaman subur, harta melimpah, kekuasaan berjalan dengan baik, agama berdiri tegak, permusuhan sirna. dan kebaikan bersemarak." [An-Nihayah Fil-Fitan wal-Ma-lahim 1:31 dengan tahqiq DR. Thaha Zaini]


NAMANYA DAN SIFAT-SIFATNYA

Tuesday 28 February 2012

As-Saa'ah Ad -Dajjal (Pendapat Ulama Tentang Ibnu Shayyad)


         Abu Abdillah Al-Qurthubi berkata, "Yang benar bahwa Ibnu Shayyad adalah Dajjal berdasarkan dilalah (petunjuk / dalil) terdahulu, dan tidak ada yang menghalanginya untuk berada di pulau tersebut pada waktu itu dan berada di tengah-tengah para, sahabat pada waktu itu yang lain." [At-Tadzkiroh. 702]

      Imam Nawawi berkata, "Para ulama mengatakan, "Kisahnya sangat musykil (sukar difahami) dan masalahnya samar-samar, apakah dia itu Al-Masih Ad-Daijal yang terkenal itu ataukah lainnya? Tetapi tidak disangsikan lagi bahwa dia adalah salah satu Dajjal (pendusta besar) di antara dajjal-dajjal."

      Para ulama itu mengatakan,

Monday 27 February 2012

As-Saa'ah Ad-Dajjal (Apakah Dajjal Masih Hidup?Dan Perihal Ibnu Shayyad


         Apakah Dajjal itu sudah ada pada zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ? Sebelum menjawab kedua pertanyaan di atas, terlebih dahulu kita harus mengetahui keadaan Ibnu Shayyad, apakah dia itu Dajjal atau bukan?

Kalau Dajjal itu bukan Ibnu Shayyad, maka apakah dia telah ada sebelum ke-munculannya dengan membawa fitnah?

Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, marilah kita mengenal Ibnu Shayyad terlebih dahulu.

IBNU SHAYYAD
Namanya: Shafi, dan ada yang mengatakan Abdullah bin Shayyad atau Shaid. la berasal dari kalangan Yahudi Madinah, ada yang mengatakan dari kalangan Anshar, dan dia masih kecil ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tiba di Madinah.

Ibnu Katsir menyebutkan bahwa dia adalah Aslam, dan anaknya, "Amaroh, salah seorang pemuka tabi'in. Imam Malik dan lain-lainnya meriwayatkan hadits darinya. [An-Nihaya Fil Fitan 1: 128 dengan tahqiq DR. Thaha Zaini].

Adz-Dzahabi mengemukakan biodatanya dalam kitab beliau Asmaush-Shaha-bah. Beliau berkata, "Abdullah bin Shayyad dicatat oleh Ibnu Syahin (Beliau adalah Al-Hafizh Abu Hafsh Umar bin Ahmad bin Utsman bin Syahin Al-Baghdadi, seorang juru nasihat dan ahli tafsir, juga seorang penghafal hadits dan gudang ilmu. Beliau memiliki banyak karya tulis dan kebanyakan dalam bidang tafsir dan tarikh. Beliau wafat pada tahun 385 H. Semoga Allah merahmati beliau. Periksa riwayat hidup beliau dalam Suadzaraatudz-Dzahab 3:117 dan Al-A 'lam 5: 40 karya Az-Zarkali)Beliau berkata, "Dia adalah Ibnu Shaaid. Ayahnya seorang Yahudi, lalu Abdullah dilahirkan dalam keadaan buta sebelah matanya dan sudah berkhitan. Dialah yang dikatakan orang sebagai Dajjal, lalu dia masuk Islam. Dan dia adalah orang tabi'in [Yang pernah melihat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam] [Tajridu Asmaish-Shahabah 1:319 nomor 3366 karya Al- Hafizh Adz-Dzahabi, terbitan Darul Ma'rifah Beirut"]

Perkataan Adz-Dzahabi itu kemudian di kutip pula oleh Al-Hafizh Ibnu  beliau berkata. "Dia adalah orang yang punya putera "Amaroh bin Abdullah bin Shayyad, termasuk orang pilihan kaum muslimin dan sahabat Sa'id bin Al- Musayyab. Imam Malik dan lain-lainnya meriwayatkan hadits dari beliau."

Kemudian Ibnu Hajar menyebutkan sejumlah hadits tentang Ibnu Shayyad sebagaimana akan kami kutip di sini lalu beliau berkata. "Secara garis besar. tidak artinya menyebut Ibnu Shayyad dalam kelompok sahabat. Sebab. kalau dia itu Dajjal, maka sudah barang tentu dia bukan sahabat, karena dia mati kafir; dan kalau Ibnu shayyad itu bukan Dajjal, maka ketika bertemu Nabi saw dia belum masuk Islam." [Al-lshobah Fi Tamyizish-Shahabah, pada bagian keempat, dalam pembahasan tentang orang yang bernama "Abdullah", juz 3, halaman 133 karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, terbitan As-Sa'adah, Mesir, cetakan pertama. 1328 H.]

Tetapi jika ia masuk Islam setelah itu. maka ia adalah seorang Tabi'i yang pernah melihat Nabi saw sebagaimana dikatakan oleh Adz.-Dzahabi.

Dan di dalam kitabnya Tahdzibut Tahdzib, Ibnu Hajar mengidentifikasi  Amarah Ibnu Shayyad dengan mengatakan, "Amaroh bin Abdullah bin Shayyad Al- Anshari Abu Ayyub Al-Madani, meriwayatkan hadits dari Jabir bin Abdullah dan Sa'id bin Al-Musayyab serta Atha' bin Yasar. sedang Adh-Dhahhak bin Utsman dan Imam Malik serta lain-lainnya meriwayatkan hadits dari Amaroj.

Ibnu Ma'in dan Nasai berkata. "Dia seorang kepercayaan." Abu Hatim berkata, " Dia seorang yang shalih haditsnya." Ibnu Sa'ad berkata. "Seorang kepercayaan. dan sedikit hadits yang diriwayatkannya. Dan Malik bin Anas tidak mengunggulkan seorang pun atas dia."

Mereka mengatakan, "Kami adalah putera-putera Usyaihab bin Najjar, lalu mereka terkenal dengan Bani Najjar. Mereka sekarang menjadi kawan setia (mengikat janji setia) dengan Bani Malik bin Najjar, dan tidak diketahui dari keturunan siapa mereka ini." [Tahdzibut-Tahdzib 7: 418, nomor 681]

IHWAL IBNU SHAYYAD
Ibnu Shayyad adalah seorang pembohong besar dan kadang-kadang melakukan praktek tukang tenung, maka adakalanya benar dan adakalanya dusta. Maka tersiarlah kabar di kalangan manusia bahwa dia adalah Dajjal, sebagaimana akan disebutkan dalam pengujian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam terhadapnya.    
 
      Ketika tersiar di kalangan orang banyak perihal Ibnu Shayyad sebagai Dajjal, maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ingin mengetahuinya secara jelas, lalu beliau pergi menemui Ibnu Shayyad dengan menyamar (tidak menampakkan identitasnya) sehingga Ibnu Shayyad tidak mengetahuinya, dengan harapan beliau dapat mendengar sesuatu darinya, kemudian beliau menghadapkan beberapa pertanyaan kepadanya untuk mengungkap hakikatnya.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhu   bahwa Umar pernah pergi bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam suatu rombongan untuk menemui Ibnu Shayyad, hingga mereka berhasil menemuinya ketika ia sedang bermain-main dengan anak-anak kecil di sebelah bangunan yang tinggi seperti benteng yang ada di antara lembah kaum Anshar. Ketika itu Ibnu Shayyad sudah hampir dewasa, dan dia tidak merasa akan kedatangan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sehingga beliau memukulnya dengan tangan beliau seraya bertanya. "Apakah engkau bersaksi bahwa saya adalah Rasul Allah?" Lalu Ibnu Shayyad melihat kepada beliau lantas berkata, "Saya bersaksi bahwa engkau adalah Rasul bagi orang-orang ummi (buta hurut)."

Selanjutnya Ibnu Shayyad berkata, "Apakah engkau bersaksi bahwa saya utusan Allah?"
Nabi menjawab, "Aku beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Bagaimana pandanganmu?"
Ibnu Shayyad berkata, "Telah datang kepadaku seorang yang jujur dan seorang pendusta."
Nabi bersabda, "Pikiranmu kacau-balau. Apakah saya menyembunyikan sesuatu terhadapmu?"
Ibnu Shayyad menjawab, "Asap."
Nabi bersabda, "Duduklah, sesungguhnya engkau tidak akan dapat melampaui kedudukanmu."
Umar berkata, "Biarkanlah saya pukul kuduknya, wahai Rasulullah."
Nabi bersabda, "Jika ia menyindir, maka engkau tidak dapat menguasainya. Tapi jika ia tidak menyindir, maka tidak ada kebaikan untukmu dalam membunuhnya." [Shahih Bukhari. Kitabul Janaiz, Bab Idza As lama Ash-Shabiyyu fa maata Hal Yusholla 'alaihi wa Hal Yu'rodhu 'Ala Ash-Shabiyyi Al-Islamu 3: 217)]

Dan dalam satu riwayat disebutkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepada Ibnu Shayyad, "Apakah yang engkau lihat?" Dia menjawab, "Saya melihat singgasana di atas air." Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Engkau melihat singgasana iblis di laut, dan apa lagi yang engkau lihat?" Dia menjawab, "Saya melihat dua orang yang jujur dan seorang pendusta, atau dua orang pendusta dan seorang yang jujur." Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Pikirannya sedang kacau-balau, biarkanlah dia!" [Shahih Muslim, Kitabul Fitan wa Asyrothis Sa'ah, Bab Dzikir Ibni Shayyad 18: 49-50]

Ibnu Umar menceritakan dalam versi lain, "Setelah itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersama Ubay bin Ka'ab pergi ke kebun kurma yang di sana terdapat Ibnu Shayyad. Beliau berjalan pelan-pelan karena ingin mendengar sesuatu dari Ibnu Shayyad sebelum Ibnu Shayyad mengetahui beliau, lalu Nabi saw melihatnya sedang berbaring di atas sehelai kain miliknya yang ada tandanya. Lalu ibu Ibnu Shayyad melihat Rasulullah saw yang sedang berlindung di balik batang pohon kurma, lantas ia berkata kepada Ibnu Shayyad, "Wahai Shafi -nama ibu Ibnu Shayyad yang sebenarnya- ini adalah Muhammad saw!" Lalu Ibnu Shayyad lari. Kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Seandainya ibunya membiarkannya, niscaya akan nampak jelas masalahnya."[Shahih Bukhari 3: 218]

Abu Dzar Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengutus saya untuk menemui ibunya. Beliau bersabda, "Tanyakanlah kepadanya berapa lama ia mengandungnya." Lalu saya datang kepadanya dan menanyakannya, kemudian ia menjawab, "Aku mengandungnya selama dua belas bulan." Abu Dzar berkata, "Kemudian beliau menyuruh saya untuk menanyakan bagaimana ia berteriak (menangis) sewaktu dilahirkan. Lalu saya kembali lagi kepadanya dan menanyakannya. Kemudian ia menjawab, "Dia menangis seperti menangisnya bayi yang sudah berusia satu bulan." Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya, "Sesungguhnya saya menyembunyikan sesuatu kepadamu." Dia berkata, "Engkau menyembunyikan bagian depan hidung dan mulut (cingur) kambing serta asap kepadaku." Kata Abu Dzar, "Ia hendak mengucapkan ad-dukhon tetapi tidak dapat, lalu ia mengungkapkan ad-dukh, ad-dukh." [Musnad Ahmnad Ahmad 5: 148. Ibnu Hajar berkata, "Shahih."]

Maka pengujian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam terhadapnya dengan "ad-dukhon" adalah untuk mengetahui hakikat urusannya.

Dan yang dimaksud dengan "ad-dukhon" di sini ialah firman Allah:

"Artinya : Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata" [Ad-Dukhon: 10]

Dan di dalam riwayat Ibnu Umar seperti yang diriwayatkan Imam Ahmad: "Aku menyembunyikan sesuatu terhadapmu." Dan beliau menyembunyikan apa yang terkandung dalam ayat:

"Artinya : ... hari ketika langit membawa kabut yung terang" [Musnad Ahmad 9: 139. hadits nomor 6360 dengan tahqiq Ahmad Syakir. Beliau berkata, "Isnadnya shahih."]

Ibnu Katsir berkata. "Ibnu Shayyad dapat mengungkapkannya lewat jalan para dukun dengan lisan jin, dan mereka memotong ungkapan itu. Karena itu ia berkata. Ad-dukh, yakni ad-dukhon. Ketika itu tahulah Rasulullah saw materinya bahwa itu dari syetan. Lalu beliau bersabda, "Duduklah, engkau tidak akan dapat melampaui kedudukanmu." [Tafsir Ibnu Katsir 7: 234]

KEMATIAN IBNU SHAYYAD
Dari Jabir Shallallahu 'alaihi wa sallam ia berkata, "Kami kehilangan Ibnu Shayyad pada musim panas." ['Aunul Ma'bud Syarah Sunan Abi Daud 11: 476]

Ibnu Hajar mengesahkan riwayat di atas dan melemahkan pendapat orang yang mengatakan bahwa Ibnu Shayyad meninggal dunia di Madinah dan mereka membuka wajahnya serta menyalati jenazahnya. [Fathul-Bari 13: 328]      
   
    mengenai hal ikhwal Ibnu Shayyad dan pengujian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam   terhadapnya, beliau bersikap tawaqquf (berdiam diri) mengenai masalah Ibnu Shayyad, karena beliau tidak mendapatkan wahyu yang menerangkan apakah Ibnu Shayyad itu Dajjal atau bukan.

Umar Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersumpah di sisi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam   bahwa Ibnu Shayyad adalah Dajjal, dan beliau tidak mengingkarinya.
Sebagian sahabat juga berpendapat seperti pendapat Umar sebagaimana diriwayatkan dari Jabir, Ibnu Umar, dan Abu Dzar.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Muhammad bin Al-Munkadir [Dia adalah Abu Abdillah Muhammad bin Al-Munkadir bin Abdullah bin Hudair bin Abdul Uzza At-Taimin, seorang tabi'i dan salah seorang Imam yang alim, meriwayatkan hadits dari para sahabat, wafat pada thun 131H [Tahdzibut Tahdzib 9 : 473-475] dia berkata, "Saya melihat Jabir bin Abdullah bersumpah dengan nama Allah bahwa Ibnu Shayyad adalah Dajjal. Saya bertanya (kepadanya), Anda bersumpah dengan nama Allah?" Dia menjawab, "Saya mendengar Umar bersumpah begitu di sisi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam . tetapi beliau tidak mengingkarinya." [Shahih Bukhari, Kitab Al-l'tisham bil-Kitab Was sunnah, Bab Ban Ra-aa Tarkan Nakir Min an- Nabiyyi saw Hujjatan Laa min Ghairi Rasul 13: 223; dan. Shahih Muslim, Kitabul Fitan wa Asyrothis Sa'ah. Bab Dzikri Ibni Shayyad 18: 52-53]

Dari Zaid bin Wahab [Dia adalah Abu Sulaiman Zaid bin Wahab Al-Juhami Al-Kufi, meriwayatkan hadits dari banyak sahabat seperti Umar, Utsman, Ali, Abu Dzar dan lain-lainnya. Dia seorang terpercaya yang banyak meriwayatkan hadits, wafat tahun 96H [Tahdzibut Tahdzib 3 : 427]] ia berkata, "Abu Dzar berkata, "Sungguh, jika saya bersumpah sepuluh kali bahwa Ibnu Shaid adalah Dajjal lebih saya sukai daripada bersumpah satu kali bahwa dia bukan Dajjal." [Hadits Riwayat Imam Ahmad]

Dari Nafi, ia berkata, "Ibnu Umar pernah berkata, "Demi Allah, saya tidak ragu-ragu bahwa Al-Masih Ad-Dajjal adalah Ibnu Shayyad." [Sunan Abi Daud, Ibnu Hajar berkata, "Sanadnya shahih." Fathul-Bari 13: 325]

Dan diriwayatkan dari Nafi pula, ia berkata, "Ibnu Umar pernah bertemu Ibnu Shaaid di suatu jalan kota Madinah, lalu ia mengucapkan kata-kata yang menjadikannya marah dan.naik pitam hingga membuat ribut di jalan. Lantas Ibnu Umar datang kepada Kafshah sedang berita itu telah sampai pula kepadanya, kemudian Hafshah berkata kepadanya, "Mudah-mudahan Allah memberi rahmat kepadamu. Apakah yang engkau harapkan dari Ibnu Shaaid? Tidakkah engkau tahu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

"Sesungguhnya dia keluar dari kemarahan yang dibencinya." [Shahih Muslim 18:57]