Saturday 31 December 2011

Ikhlas Tempat Persinggahan "Iyyaka Na'budu Wa Iyyaka Nasta'in" ( Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, "Madarijus-Salikin Manazili Iyyaka Na'budu wa Iyyaka Nasta'in)


         Sehubungan dengan tempat persinggahan ikhlas ini Allah telah berfirman di dalam Al-Qur'an.

"Artinya : Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepad-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus" [Al-Bayyinah : 5]

"Artinya : Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al-Qur'an) dengan (membawa) kebenaran.  Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.  Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agamya yang bersih (dari syirik)." [Az-Zumar: 2-3]

"Artinya : Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya."[All-Mulk : 2]

Al-Fudhail berkata : "Maksud yang lebih baik amalnya dalam ayat ini adalah yang paling ikhlas dan paling benar."

Orang-orang bertanya : "Wahai Abu Ali, apakah amal yang paling ikhlas dan paling benar itu?".

Dia menjawab, " Sesungguhnya jika amal itu ikhlas namun tidak benar, maka ia tidak diterima.  Jika amal itu benar namun tidak ikhlas maka ia tidak akan diterima, hingga amal itu ikhlas dan benar.  Yang ikhlas ialah yang dikerjakan karena Allah, dan yang benar ialah yang  dikerjakan menurut As-Sunnah." Kemudian ia membaca ayat.

"Artinya : Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya." [Al-Kahfi :110]

Allah juga berfirman.

"Artinya : Dan sipakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan?" [An-Nisa' :125]

Menyerahkan diri kepada Allah artinya memurnikan tujuan dan amal karena Allah. Sedangkan mengerjakan kebaikan ialah mengikuti Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan Sunnah beliau.

Allah juga berfirman.

"Artinya : Dan, Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan". [Al-Furqan : 23]

Tuesday 27 December 2011

Hukum Merayakan Tahun Baru



     Sesungguhnya nikmat yang paling besar yang dianugrahkan oleh Allah kepada para hambaNya adalah nikmat Islam dan hidayah kepada jalanNya yang lurus. Di antara rahmatNya pula, Allah Ta'ala mewajibkan kepada para hambaNya, kaum Mukminin, agar memohon hidayahNya di dalam shalat-shalat mereka. Mereka memohon kepadaNya agar mendapatkan hidayah ke jalan yang lurus dan mantap di atasnya. Dalam hal ini, Allah Ta'ala telah memberikan spesifikasi jalan (shirath) ini sebagai jalan para Nabi, Ash-Shiddiqin, Syuhada dan orang-orang shalih yang Dia anugrahkan nikmatNya kepada mereka. Jadi, bukan jalan orang-orang yahudi, nashrani dan seluruh orang-orang kafir dan musyrik yang menyimpang darinya.

    Bila hal ini sudah diketahui, maka adalah wajib bagi seorang Muslim untuk mengenal kadar nikmat Allah kepadanya sehingga dengan itu, dia mau bersyukur kepadaNya melalui ucapan, perbuatan dan keyakinan. Dalam pada itu, dia juga akan menjaga nikmat ini dan membentenginya serta melakukan sebab-sebab yang dapat menjaga hilangnnya nikmat tersebut.

Monday 12 December 2011

Kebid'ahan Itu Berbahaya Karena Merusak Hati Dan Jasmani Sedangkan Musuh Islam Hanya Merusak Jasmani


       
 Keadaan Ad Dakhn

Hal ini kamu dapatkan pada petunjuk kenabian yang ada pada hadits Hudzaifah bin Al-Yaman Shallallahu 'alaihi wa sallam , beliau berkata :

"Artinya : Dari Hudzaifah bin Al-Yaman, beliau berkata : orang-orang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang kebaikan sedangkan aku bertanya kepadanya tentang keburukan karena takut jangan-jangan menimpaku. Maka aku bertanya : 'Wahai Rasulullah kami dahulu berada di zaman jahiliyah dan keburukan, lalu Allah memberikan kami kebaikan ini, apakah setelah kebaikan ini ada keburukan ? Beliau menjawab : 'Ya', Aku bertanya : Dan apakah setelah keburukan itu ada kebaikan .? Beliau menjawab  : 'Ya, dan ada padanya kabut (dakhan). Aku bertanya lagi : Apa kabut (dakhan)nya tersebut.? : Beliau menjawab : Satu kaum yang mengikuti contoh teladan selain sunnahku, dan mengambil petunjuk selain petunjukku, kamu menganggap baik dari mereka dan kamupun mengingkarinya. Aku bertanya lagi : Apakah setelah kebaikan itu ada keburukan lagi.?. Beliau menjawab : 'Ya, para da'i yang mengajak ke pintu-pintu neraka (Jahannam), barang siapa yang menerima ajakan mereka, niscaya mereka jerumuskan ke dalam neraka'. Aku bertanya lagi : Wahai Rasulullah berilah tahu kami sifat-sifat mereka ?. Beliau menjawab : 'Mereka dari kaum kita dan berbicara dengan bahasa kita'. Aku bertanya lagi : Wahai Rasulullah, apa yang engkau perintahkan kepadaku jika aku menemuinya ?. Beliau menjawab : 'Berpegang teguhlah pada jama'ah muslimin dan imamnya'. Aku bertanya lagi : Bagaimana jika tidak ada jamaah maupun imam ? Beliau menjawab : 'Hindarilah semua kelompok-kelompok itu, walaupun dengan menggigit pokok pohon hingga kematian menjemputmu dalam keadaan seperti itu". [Hadits Shahih Riwayat Bukhari 6/615-616. Fathul Baari, dan Muslim 1847]

Sesungguhnya racun berbahaya yang menghancurkan kekuatan kaum muslimin, melumpuhkan gerakan mereka dan merenggut barokahnya, bukanlah pedang-pedang orang kafir yang berkumpul mengadakan tipu daya terhadap Islam, pemeluknya dan negaranya, akan tetapi dia adalah bakteri penyakit yang keji yang merebak di dalam tubuh Islam yang besar dalam waktu yang sangat lambat akan tetapi terus menerus dan efektif (berdaya guna).

Hal ini menegaskan bahwa penamaan orang-orang Yahudi terhadap negara Islam dengan nama " laki-laki yang sakit (the sickman) " sangat tepat sekali, karena merekalah yang menanamkan bakteri syahwat dan virus syubhat ke dalam tatanan negara Islam, kemudian tumbuh dan berkembang di dalam pemeliharaan dan pembinaan mereka serta meminum air susu mereka sampai tak tersisa.

Beraneka ragam ibarat para pensyarah hadits ini seputar pengertian Ad Dakhan, akan tetapi bertemu pada satu hasil yang sama.

Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah dalam Fathul Baari 13/36.

"Dan (maknanya) adalah hiqd (kedengkian), dan ada yang mengatakan Ad Daghal (penghianatan dan makar), dan ada yang mengatakan : Kerusakan hati, dan ketiga makna ini hampir sama mengisyaratkan bahwa kebaikan yang datang setelah keburukan tersebut tidak murni bahkan telah keruh. Dan ada yang mengatakan : Yang dimaksud dengan Ad Dakhan adalah kabut, dan itu mengisyaratkan kepada keruhnya keadaan. Ada pula yang mengatakan : (maknanya) semua perkara yang tidak disukai. Berkata Abu Ubaid : Maksud hadits ini ditafsirkan oleh hadits yang lain yaitu.

"Artinya : Tidaklah akan kembali hati-hati satu kaum kepada apa yang telah dimilikinya".

Dan asal maknanya adalah keruh yang ada di warna binatang tunggangan, maka seakan-akan maknanya bahwa sebagian hati-hati mereka tidak saling menjernihkan.

Imam An-Nawawi rahimahullah menukilkan dalam syarah Shahih Muslim 12/237-237 perkataan Abu Ubaid ini.

Berkata Al-Baghawi rahimahullah dalam Syarah Sunnah 15/15 dan sabdanya 'wa fiihi dakhanun' bermakna kebaikan tersebut tidak murni bahkan telah ada padanya kekeruhan dan kegelapan, dan asal kata Dakhan adalah kekeruhan yang menuju warna gelap yang ada pada warna bintanga tunggangan.

Al-Adzim Abaadi rahimahullah telah menukilkan dalam Aunul Ma'bud 11/316 perkataan dari Al-Qaari : Dan asal kata Dakhan adalah kekeruhan dan warna yang ke-hitam-hitaman, maka ada padanya satu penunjukkan bahwa kebaikan telah terkeruhkan oleh kerusakan.

Saya (Syaikh Salim Al-Hilali) berkata : Penjelasan-penjelasan ini dapat disimpulkan menjadi dua perkara.

[a] Marhalah (tahapan zaman) ini bukanlah mana kebaikan yang murni, akan tetapi telah tercemari dengan kekeruhan yang mengotori kebaikan yang bersih itu dan menjadikan rasanya asin sekali.

[b] Kekeruhan ini merusak hati-hati orang dan menjadikannya lemah ketika menjalar padanya penyakit umat ini dan tercemari syubhat-syubhat.
Kami di sini tidak ingin memperpanjang waktu dalam setiap penjelasan untuk menjelaskan yang benar dari yang salah, yang selamat dari yang rusak ; karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan beberapa perkara yang penting.

[1]. Kebid'ahan
Sesungguhnya kekeruhan (Ad Dakhan) ini adalah penyimpangan yang terjadi pada manhaj kenabian yang benar yang telah mengantar kepada masa kebaikan yang murni, lalu kabut kekeruhan (Ad Dakhan) ini menyebabkan terjadinya pencemaran syari'at yang telah terang benderang ini (Islam) yang malamnya seperti siangnya, bukanlah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda dalam menafsirkan makna Ad Dakhan sebagaimana telah ada dalam hadits Hudzaifah Radhiyallahu 'anhu ketika dia menanyakan kepada beiau.

"Artinya : Satu kaum yang mengikuti contoh teladan selain sunnahku, dan mengambil petunjuk selain petunjukku"

Ini merupakan akar penyakit dan sumber bencana, yaitu penyimpangan dari As-Sunnah dalam manhaj dan pemalingan dari contoh teladan kenabian dalam prilaku dan amal.

Berdasarkan hal ini jelaslah bahwa Ad Dakhan yang mengeruhkan kebaikan, mengotori kemurnian serta merubah keindahannya adalah kebid'ahan yang telah bermunculan dari sekte Mu'tazilah, Shufiyah, Jahmiyah, Khawarij, Asyariyah, Murji'ah dan Rafidhah sejak abad-abad timbulnya fitnah, lalu menyebarkan tahrif (penyimpangan), ajaran-ajaran sesat dan ta'wil dalam Islam, sehingga tidak tersisa dari Al-Qur'an kecuali tulisan hurufnya dan dari Islam kecuali namanya serta dari peribadatan kecuali bentuknya (tampak luarnya).

Dari sini jelaslah kebid'ahan itu berbahaya karena dia merusak hati-hati (jiwa) dan jasmani sedangkan musuh-musuh (Islam) hanya merusak jasmani saja. Oleh karena itu telah bersepakat ucapan para As Salaf Ash Shalih tentang kewajiban memerangi Ahlul Bid'ah dan menghijrahinya (memboikotnya).

Setelah menukil ucapan Sufyan Ats Tsauri rahimahullah : Barangsiapa memasang pendengarannya dengan baik kepada Ahlul Bid'ah dalam keadaan mengetahuinya, maka dia telah keluar dari penjagaan Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan diserahkan kepada dirinya sendiri. Ia juga berkata : Barangsiapa yang mendengarkan suatu kebid'ahan maka janganlah disampaikan kepada para sahabatnya dan janganlah dimasukkan kedalam hati-hati mereka. Sejarawan Islam Adz-Dzahabi rahimahullah berkata dalam kitabnya yang agung Syiar A'lam Nubala 7/261 : Kebanyakan para Salaf bersepakat terhadap peringatan ini, mereka memandang hati itu lemah dan syubhat itu menyambar-nyambar.

Saya (Syaikh Salim Al-Hilaali) berkata : Sungguh benar dan baik rahimahullah serta telah memberikan nasehat.

Dan dengan itu jadilah umat Islam berada di akhir rombongan manusia, mengikuti setiap gerakan dan menguatlah kebatilan di bumi sedangkan ia sebenarnya sangat lemah. Setiap munafik pun berbicara tentang perkara umat Islam.

Kemudian muncullah generasi-generasi penerus yang mengikuti syahwat dan terjajah oleh syubhat, sehingga penyakit Al Wahn menyerang hati-hati mereka. selanjutnya timbullah pada umat Islam kebodohan dan cinta kehidupan (dunia) sehingga belum dapat kembali ber-amar ma'ruf nahi  mungkar dan berjihad fi sabilillah. Akibatnya, hilanglah posisi sebagai umat terbaik dikarenakan mereka belum menunaikan persyaratan Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam hal itu. [Lihat Tafsir Al-Qur'an Al-Azhim karya Ibnu Katsir 1/339-405]

Diriwayatkan dari Anas bin Malik Subhanahu Wa Ta'ala , beliau berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam .

"Artinya : Kalian berada di atas petunjuk Rabb kalian, mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran dan berjihad di jalan Allah Subhanahu Wa Ta'ala , kemudian muncul di dalam hati kalian dua penyakit yang memabukkan, kebodohan dan cinta kehidupan (dunia), lalu kalian berbaik dari sikap kalian dahulu, kalian tidak lagi beramar ma'ruf nahi mungkar dan tidak berjihad di jalan Allah Subhanahu Wa Ta'ala . Pada saat itu orang yang melaksanakan Al-Qur'an dan As-Sunnah mendapatkan pahala lima puluh orang siddiq. Lalu mereka bertanya : Wahai Rasulullah dari kami atau dari mereka ? Beliau menjawab : Tidak, bahkan dari kalian" [Diriwayatkan oleh Abu Nuaim dalam kitabnya Hilyatul Auliya' 8/49 dengan sanad lemah. Saya dahulu menshahihkan sanadnya dalam kitab " Al-Qaulul Mubin fi Jamaatil Muslimin" hal.36 kemudian saya mendapatkan kelemahannya dan saya telah jelaskan dalam kitab saya "Al-Qobiduuna 'Alal Jamar" hal. 21-22. Pada kesempatan ini saya sampaikan lagi untuk melepaskan tanggung jawab saya, semoga Allah Subhanahu Wa Ta'ala mengampuni kesalahan saya. Ini adalah amant ilmiyah yang saya pegang teguh]


[Disalin dari Kitab Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy, edisi Indonesia Mengapa Memilih Manhaj Salaf (Studi Kritis Solusi Problematika Umat) oleh Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied Al-Hilaly, terbitan Pustaka Imam Bukhari, penerjemah Kholid Syamhudi]       

Saturday 10 December 2011

Kisah betapa lembutnya bid'ah,"bagaikan duri dalam daging"



Dari Amru bin Salamah beliau berkata : Kami duduk-duduk di depan rumah Abdullah bin Mas'ud sebelum Dzuhur lalu jika beliau keluar kami akan berjalan bersamanya ke masjid, lalu datanglah Abu Musa Al-Atsary dan berkata : "Apakah Abu Abdurrahman telah menemui kalian ?"

Kami jawab : Belum.
Lalu beliau duduk bersama kami sampai Abdullah bin Mas'ud keluar, ketika beliau keluar kami semua menemuinya kemudian berkata Abu Musa kepadanya : "Wahai Abu Abdurrahman saya telah melihat di masjid tadi satu hal yang  saya anggap mungkar dan saya tidak memandangnya -Alhamudlillah-kecuali kebaikan.

Beliau bertanya : "Apa itu ?"

Dijawab : "Jika engkau hidup niscaya akan melihatnya, aku telah melihat di masjid suatu kaum berhalaqah, duduk-duduk menanti shalat pada setiap halaqah ada seorang yang memimpin dan ditangan-tangan mereka ada batu kerikil, lalu berkata (yang memimpin) : "Bertakbirlah seratus kali dan mereka bertakbir seratus kali dan berkata " "bertasbihlah seratus kali dan mereka bertasbih seratus kali".

Berkata Abdullah bin Mas'ud : "Apa yang engkau katakan kepada mereka"
Abu Musa menjawab : "Saya tidak mengatakan sesuatupun pada mereka menunggu perintahmu.

Berkata Abdullah bin Mas'ud : "Mengapa tidak kamu perintahkan mereka untuk menghitung kejelekan mereka[1] dan aku menjamin mereka tidak ada kebaikan mereka  yang disia-siakan".

Kemudian beliau berjalan dan kami berjalan bersamanya sampai beliau mendatangi satu halaqah dari pada halaqah-halaqah tersebut dan menghadap mereka lalu berkata : "Apa ini yang kalian lakukan ?!"

Mereka menjawab : "Wahai Abu Abdirrahman, batu kerikil yang kami pakai untuk menghitung tahlil dan tasbih".

Berkata Ibnu Mas'ud : "Dan aku menjamin tidak akan ada satupun kebaikan kalian yang tersia-siakan, celakalah kalian wahai umat Muhammad, alangkah cepatnya kebinasaan kalian, mereka sahabat-sahabat nabi masih banyak hidup dan ini pakaiannya belum rusak dan bejananya belum hancur dan demi dzat yang jiwaku di tangannya sesungguhnya kalian berada di atas agama yang lebih baik dari agama Muhammad atau kalian pembuka pintu kesesatan".

Mereka berkata : "Demi Allah wahai Abu Abdurrahman, kami tidak menginginkan kecuali kebaikan, lalu beliau berkata : "Berapa banyak orang yang menginginkan kebaikan tidak mendapatkannya: Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Sesungguhnya ada kaum yang membaca Al-Qur'an tidak melebihi tenggorokkannya [2] dan demi Allah saya rasa tampaknya kebanyakan mereka adalah dari kalian.  

(1).Agar mereka meminta ampunan darinya, karena barangsiapa yang menghitung kejelekannya maka akan mendorongnya untuk bertaubat kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala
 (2)Hadits ini memiliki jalan lain dari Abdillah bin Mas'ud dikeluarkan oleh Ahmad 1/404 dengan sanad yang baik. Dan demikian juga diriwayatkan dari sejumlah sahabat.

Thursday 8 December 2011

Gerhana Matahari Dan Bulan Dalam Tinjauan Syariat Serta Hukum Dan Cara Shalat Gerhana



Gerhana Matahari Dan Bulan Dalam Tinjauan Syariat Serta Hukum Dan Cara Shalat Gerhana

OLEH:Ust Abdullah Haidir.
Diberitakan bahwa pada Sabtu petang depan (10 Desember) akan terjadi gerhana bulan total (Di Saudi sekita pukul 17.00, sedangkan di Indonesia  antara pukul 18.00  hingga 24.00- Lihat link ini dan link ini). Secara ilmiah proses kejadian alam ini dapat dipelajari dan diketahui. Lalu bagaimana perspektif syariah memandangnya?

Berikut sedikit uraian tentang gerhana matahari atau bulan dalam tinjauan syariat. Semoga bermanfaat.

Istilah

Secara istilah, gerhana matahari dan bulan disebut dengan istilah kusuf (كسوف) atau khusuf (حسوف). Kedua kata tersebut merupakan sinonim yang berarti perubahan pada keduanya dan berkurangnya cahaya padanya. Secara sederhana kita mengartikannya dengan istilah: Gerhana. 

Ada pula yang mengatakan bahwa istilah kusuf untuk matahari sehingga disebut'kusuf asy-syams' (gerhana matahari) sedangkan khusuf untuk bulan, sehingga dikatakan 'khusuf al-qamar' (gerhana bulan).

Hikmah Dibalik Peristiwa Gerhana

Banyak cerita khurafat dan tahayyul beredar di masyarakat seputar terjadinya gerhana. Namun syariat telah menyatakan dengan tegas nilai-nilai yang terkandung dibalik terjadinya peristiwa tersebut. Di antaranya adalah:

1-    Menunjukkan salah satu keagungan dan kekuasaan Allah Ta'ala yang Maha mengatur alam ini.

2-    Untuk menimbulkan rasa gentar di hati setiap hamba atas kebesaran Allah Ta'ala dan azab-Nya bagi siapa yang tidak taat kepada-Nya.

Rasulullah saw bersabda, 

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لاَ يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهَا فَصَلُّوا  (رواه البخاري)
"Sesungguhnya matahari dan bulan tidak gerhana karena kematian seseorang atau karena kehidupannya. Akan tetapi keduanya merupakan tanda-tanda kebesaran Allah. Jika kalian menyaksikannya, maka hendaklah kalian shalat." (HR. Bukhari)

Dalam redaksi yang lain, Bukhari juga meriwayatkan, 


إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُخَوِّفُ بِهَا عِبَادَهُ
"Sesungguhnya matahari dan bulan keduanya merupakan tanda-tanda kebesaran Allah, keduanya  tidak gerhana karena kematian seseorang atau karena kehidupannya.. Akan tetapi Allah hendak membuat gentar para hamba-Nya." (HR. Bukhari)

Disamping hal ini juga mengingatkan seseorang dengan kejadian hari kiamat yang salah satu bentuknya adalah terjadinya gerhana dan menyatunya matahari dengan bulan, seperti Allah nyatakan dalam surat Al-Qiyamah: 8-9.

وَخَسَفَ الْقَمَرُ . وَجُمِعَ الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ (سورة القيامة)
"Dan apabila bulan telah hilang cahayanya. Dan Matahari dan bulan dikumpulkan." (QS. Al-Qiyamah: 8-9)

Shalat Gerhana

Islam mengajarkan umatnya untuk melakukan shalat apabila mereka menyaksikan peristiwa gerhana, baik matahari maupun bulan, sebagaimana diisyaratkan dalam hadits di atas, juga sebagaimana riwayat adanya perbuatan Rasulullah saw tentang hal tsb. 

Para ulama menyimpulkan bahwa hukum shalat gerhana adalah sunah. Imam Nawawi rahimahullah  menyatakan bahwa sunahnya shalat gerhana merupakan ijma ulama (Lihat: Syarah Muslim, 6/451). Ibnu Qudamah dan Ibnu Hajar menyatakan bahwa shalat gerhana merupakan sunnah  mu'akkadah/sunah yang sangat ditekankan (Al-Mughni, 3/330, Fathul Bari, 2/527). Sebagian ulama bahkan menyatakan kewajiban shalat gerhana, karena Rasulullah saw melaksanakannya dan memerintahkannya. Ibnu Qayim menyatakan bahwa pendapat ini (wajibnya shalat gerhana) merupakan pendapat yang kuat. (Kitab Ash-Shalah, Ibnu Qayim, hal. 15).

Di sisi lain, karena jarang kaum muslimin yang mengenal dan melaksanakan shalat gerhana, maka dengan melakukannya maka dia akan mendapatkan keutamaan orang yang menghidupan sunah.  

Adab Shalat Gerhana

1.    Menghadirkan rasa takut kepada Allah saat terjadinya gerhana bulan dan matahari. Baik karena peristiwa tersebut mengingatkan kita akan tanda-tanda kejadian hari kiamat, atau karena takut azab Allah diturunkan akibat dosa-dosa yang dilakukan. 

2.     Mengingat apa yang pernah disaksikan Nabi saw dalam shalat Kusuf. Diriwayatkan bahwa dalam shalat kusuf, Rasulullah saw diperlihatkan oleh Allah surga dan neraka. Bahkan beliau ingin mengambil setangkai dahan dari surga untuk diperlihatkan kepada mereka. Beliau juga diperlihatkan berbagai bentuk azab yang ditimpakan kepada ahli neraka. Karena itu, dalam salah satu khutbahnya selesai shalat gerhana, beliau bersabda, 

يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ وَاللَّهِ لَوْ تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلًا وَلبَكَيْتُمْ كَثِيرًا (متفق عليه)
"Wahai umat Muhammad, demi Allah, jika kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis." (Muttafa alaih)

3.    Menyeru dengan panggilan "Asshalaatu Jaami'ah" . Maksunya adalah panggilan untuk melakukan shalat secara berjamaah. Aisyah meriwayatkan bahwa saat terjadi gerhana, Rasulullah saw memerintahkan untuk menyerukan "Ashshalaatu Jaami'ah" (HR. Abu Daud dan Nasa'i)

Tidak ada azan dan iqamah bagi shalat gerhana. Karena azan dan iqamah hanya berlaku pada shalat fardhu yang lima.
4.    Disunahkan mengeraskan bacaan surat, baik shalatnya dilakukan pada siang atau malam hari. Hal tersebut dilakukan Rasulullah saw dalam shalat gerhana (Muttafaq alaih). 

5.    Shalat gerhana sunah dilakukan di masjid secara berjamaah. Rasulullah saw selalu melaksanakannya di masjid sebagaimana disebutkan dalam beberapa riwayat. Akan tetapi boleh juga dilakukan seorang diri. (Lihat: Al-Mughni, Ibnu Qudamah, 3/323)

6.    Wanita boleh ikut shalat berjamaah di belakang barisan laki-laki. Diriwayatkan bahwa Aisyah dan Asma ikut shalat gerhana bersama Rasulullah saw. (HR. Bukhari). 

7.    Disunahkan memanjangkan bacaan surat. Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw dalam shalat gerhana memanjangkan bacaannya. (Muttafaq alaih). Namun hendaknya tetap mempertimbangkan kemampuan dan kondisi jamaah.

8.    Disunahkan menyampaikan khutbah setelah selesai shalat, berdasarkan perbuatan Nabi saw bahwa beliau setelah selesai shalat naik ke mimbar dan menyampaikan khutbah (HR. Nasa'i). Sejumlah ulama menguatkan bahwa khutbah yang disampaikan hanya sekali saja, tidak dua kali seperti shalat Jumat. Sebagian ulama menganggap tidak ada sunah khutbah selesai shalat. Akan tetapi petunjuk hadits lebih menguatkan disunahkannya khutbah setelah shalat gerhana. Wallahua'lam. 

9.       Dianjurkan memperbanyak istighfar, berzikir dan berdoa, bertakbir, memedekakan budak, shalat serta berlindung kepada Allah dari azab neraka dan azab kubur.

Tata Cara Shalat Gerhana

Pelaksanaan shalat gerhana agak berbeda dari shalat pada umumnya. Banyak yang tidak mengetahuinya karena jarang dilaksanakan dan tidak memiliki waktu yang tetap.

Shalat diawali seperti biasa dengan bertakbiratul ihram, lalu membaca doa istiftah, kemudian membaca ta'awwuz (a'uzubillahiminsyaitanirrajim), lalu membaca basmalah, kemudian membaca surat Al-Fatihah. Setelah itu, membaca surat yang panjang dengan mengeraskan suara. 

Selesai membaca surat, melakukan ruku dengan panjang dan mengulang-ulang bacaan ruku. Selesai ruku bangkit dengan membaca  Sami'allahu liman hamidah, kemudian membaca 'Rabbanaa walakal hamdu. 

Setelah itu tidak sujud seperti shalat lainnya, melainkan membaca surat Al-Fatihah lagi, lalu membaca surat lagi yang berbeda dari sebelumnya. Kemudian ruku kembali dengan lama. Selesai ruku, bangkit kembali dengan membacaSami'allahu liman hamidahrabbanaa walakal hamdu. Selesai I'tidal, bertakbir untuk sujud. Lalu sujud dengan lama selama rukunya. Lalu dia bertakbir bangun dari sujud dan duduk di antara dua sujud dengan lama selama dia melakukan sujud, kemudian bertakbir lagi untuk sujud dengan lama. 

Setelah itu bertakbir untuk bangkit dari sujud dan berdiri untuk rakaat kedua dan melakukan hal yang sama seperti pada rakaat pertama (dua kali membaca Al-Fatihah dan surat, dua kali ruku serta dua kali sujud). 

Setelah itu melakukan tasyahhud dan bersalawat kepada Nabi saw. Kemudian menyudahi shalat dengan salam.
Kesimpulannya, shalat gerhana dalam satu rakaat, ada dua kali berdiri, dua kali membaca Al-Fatihah dan surat, dua kali ruku dan dua kali sujud. 

Cara ini dijelaskan dalam hadits Aisyah radhiallahu anha ketika menjelaskan cara shalat gerhana yang dilakukan Rasulullah saw dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim (muttafaq alaih). Dan cara inilah yang paling kuat dari perbedaan pendapat para ulama tentang hal tsb. Wallahua'lam.

Waktu Shalat Gerhana

Waktu shalat gerhana berlaku ketika proses gerhana mulai terjadi hingga gerhana selesai. Jika ketika shalat gerhananya selesai, maka lanjutkan shalat dengan mempercepat shalatnya. Jika selesai shalat gerhana, proses gerhana masih berlangsung, tidak perlu melanjutkan shalat lagi, cukup membaca doa dan istigfhar yang banyak. Jika tidak sempat shalat saat terjadi gerhana, maka tidak disunahkan melakukan qada atasnya.

Wallahu ta'ala A'lam bishshawab...

Friday 2 December 2011

Terapi Rasulullah Dalam Penyembuhan Penyakit Al-Isyq "Cinta"(Zadul Ma'ad,Ibnu Qoyyim Al-Jauzi)


Mukaddimah
Virus hati yang bernama cinta ternyata telah banyak memakan korban. Mungkin anda pernah mendengar seorang remaja yang nekat bunuh diri disebabkan putus cinta, atau tertolak cintanya. Atau anda pernah mendengar kisah Qeis yang tergila-gila kepada Laila. Kisah cinta yang bermula sejak mereka bersama mengembala domba ketika kecil hingga dewasa. Akhirnya sungguh tragis, Qeis benar-benar menjadi gila ketika laila dipersunting oleh pria lain. Apakah anda pernah mengalami problema seperti ini atau sedang mengalaminya? mau tau terapinya? Mari sama-sama kita simak terapi mujarab yang disampaikan Ibnu Qoyyim dalam karya besarnya Zadul Ma'ad.

Beliau berkata : Gejolak cinta adalah jenis penyakit hati yang memerlukan penanganan khusus disebabkan perbedaannya dengan jenis penyakit lain dari segi bentuk, sebab maupun terapinya. Jika telah menggerogoti kesucian hati manusia dan mengakar di dalam hati, sulit bagi para dokter mencarikan obat penawarnya dan penderitanya sulit disembuhkan.

Allah mengkisahkan penyakit ini di dalam Al-Quran tentang dua tipe manusia, pertama wanita dan kedua kaum homoseks yang cinta kepada mardan (anak laki-laki yang rupawan). Allah mengkisahkan bagaimana penyakit ini telah menyerang istri Al-Aziz gubernur Mesir yang mencintai Nabi Yusuf, dan menimpa Kaum Luth. Allah mengkisahkan kedatangan para malaikat ke negeri Luth