Tuesday 29 November 2011

Derajat Hadits Berbuka Puasa dan Kelemahan Hadits Tentang Keutamaan Puasa


Dibawah ini akan saya turunkan beberapa hadits tentang dzikir atau do'a di waktu berbuka puasa Kemudian akan saya terangkan satu persatu derajatnya sekalian. Maka, apa-apa yang telah saya lemahkan (secara ilmu hadits) tidak boleh dipakai atau diamalkan lagi, dan mana yang telah saya nyatakan syah (shahih atau hasan) bolehlah saudara-saudara amalkan. Kemudian saya iringi dengan tambahan keterangan tentang kelemahan beberapa hadits lemah/dla'if tentang keutamaan puasa yang sering dibacakan di mimbar-mimbar khususnya di bulan Ramadhan.


Hadits Pertama

"Artinya : "Dari Ibnu Abbas, ia berkata : Adalah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan : Allahumma Laka Shumna wa ala Rizqika Aftharna, Allahumma Taqabbal Minna Innaka Antas Samiul 'Alim (artinya : Ya Allah ! untuk-Mu aku berpuasa dan atas rizkqi dari-Mu kami berbuka. Ya Allah ! Terimalah amal-amal kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Maha Mengetahui)". [Riwayat : Daruqutni di kitab Sunannya, Ibnu Sunni di kitabnya 'Amal Yaum wa-Lailah No. 473. Thabrani di kitabnya Mu'jamul Kabir]

Sanad hadits ini sangat Lemah/Dloif

Monday 28 November 2011

Orang-orang Yang Mustajab Do'anya


Banyak orang yang tidak bisa memanfaatkan kesempatan untuk berdoa, padahal boleh jadi seseorang itu tergolong yang mustajab doanya tetapi kesempatan baik itu banyak disia-siakan. Maka seharusnya setiap muslim memanfaatkan kesempatan tersebut untuk berdoa sebanyak mungkin baik memohon sesuatu yang berhubungan dengan dunia atau akhirat.

Di antara orang-orang yang doanya mustajab.

[1]. Doa Seorang Muslim Terhadap Saudaranya Dari Tempat Yang Jauh

Dari Abu Darda' bahwa dia berkata bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Tidaklah seorang muslim berdoa untuk saudaranya yang tidak di hadapannya, maka malaikat yang ditugaskan kepadanya berkata : "Amin, dan bagimu seperti yang kau doakan". [Shahih Muslim, kitab Doa wa Dzikir bab Fadli Doa fi Dahril Ghalib].

Imam An-Nawawi berkata

Waktu-Waktu Yang Mustajabah


Allah memberikan masing-masing waktu dengan keutamaan dan kemuliaan yang berbeda-beda, diantaranya ada waktu-waktu tertentu yang sangat baik untuk berdoa, akan tetapi kebanyakan orang menyia-nyiakan kesempatan baik tersebut. Mereka mengira bahwa seluruh waktu memiliki nilai yang sama dan tidak berbeda. Bagi setiap muslim seharusnya memanfaatkan waktu-waktu yang utama dan mulia untuk berdoa agar mendapatkan kesuksesan, keberuntungan, kemenangan dan keselamatan. Adapun waktu-waktu mustajabah tersebut antara lain.

[1]. Sepertiga Akhir Malam

Friday 25 November 2011

Hiduplah Laksana Pengembara


         
 Arba'in
-Imam An-Nawawi-
Bab: Hiduplah Laksana Seorang Pengembara
عَنْ ابْنِ عُمَرْ رضي الله عَنْهُمَا قَالَ : أَخَذَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بِمَنْكِبَيَّ فَقَالَ : كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ . وَكاَنَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُوْلُ : إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ . [رواه البخاري]
Dari Ibnu UmarJadilah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau pengembara. Lalu Ibnu Umar Shallallahu 'alaihi wa sallam ma berkata : "Jika engkau di waktu sore, maka janganlah engkau menunggu pagi dan jika engkau di waktu pagi, maka janganlah menunggu sore dan pergunakanlah waktu sehatmu sebelum kamu sakit dan waktu hidupmu sebelum kamu mati".
HR. Bukhari
Penjelasan:
Imam Abul Hasan Ali bin Khalaf dalam syarah Bukhari berkata bahwa Abu Zinad berkata

Thursday 24 November 2011

HUKUM ULANG TAHUN (oleh Syeikh Ibnu Baaz)


 
"Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu dan jangan-lah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selainNya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (dari padanya)." (Al-A'raf: 3).
Diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam , bahwa beliau bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
"Barangsiapa yang melakukan suatu amal yang tidak kami perin-tahkan maka ia tertolak."[1]

Dalam hadits lainnya beliau bersabda,

خَيْرُ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ  a وَشَرُّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
" Sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Muammmad Shallallahu 'alaihi wa sallam , seburuk-buruk perkara adalah hal-hal baru yang diada-adakan dan setiap hal baru adalah sesat." [2]
Dan masih banyak lagi hadits-hadits lain yang semakna.
Di samping perayaan-perayaan ini termasuk bid'ah yang tidak ada asalnya dalam syari'at, juga mengandung tasyabbuh (menyerupai) kaum Yahudi dan Nashrani yang biasa menyelenggarakan peringatan hari kelahiran, sementara Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memperingatkan agar tidak meniru dan mengikuti cara mereka, seba-gaimana sabda beliau,

لَتَتَّبِعَنَّ سُنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوْا جُحْرَ ضُبٍّ تَبَعْتُمُوْهُمْقُلْنَا يَا رَسُوْلَ اللهِ الْيَهُوْدُ وَالنَّصَارَىقَالَ فَمَنْ
"Kalian pasti akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal dengan sejengkal dan sehasta dengan sehasta, sampai-sampai, seandainya mereka masuk ke dalam sarang biawak pun kalian mengikuti mereka." Kami katakan, "Ya Rasulullah, itu kaum Yahudi dan Nashrani?" Beliau berkata, "Siapa lagi."[3]

 Makna 'siapa lagi' artinya mereka itulah yang dimaksud dalam perkataan ini. Kemudian dari itu, dalam hadits lain beliau bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
"Barangsiapa menyerupai suatu kaum, berarti ia termasuk golongan mereka."[4]

Dan masih banyak lagi hadits-hadits lain yang semakna.
Semoga Allah menunjukkan kita semua kepada yang diridhai-Nya.
 
Sumber:
Majmu' Fatawa wa Maqalat Mutannawi'ah, juz 4, hal. 283, Syaikh Ibnu Baz.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 2, penerbit Darul Haq.
[1] Dikeluarkan oleh Muslim dalam Al-Aqdhiyah (18-1718). Al-Bukhari menganggapnya mu'allaq dalam Al-Buyu' dan Al-I'tisham.
[2] Dikeluarkan oleh Muslim dalam Al-Jumu'ah (867).
[3] Dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim: Al-Bukhari dalam Ahaditsul Anbiya' (3456). Muslim dalam Al-'Ilm (2669).
[4] Ahmad (5094, 5634). Abu Dawud (4031).       

Monday 21 November 2011

Hadits Tentang Qunut Shubuh






SEMUA HADITS TENTANG QUNUT SHUBUH TERUS-MENERUS ADALAH LEMAH

Oleh : Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Bagian 1 dari 6 tulisan


MUQADDIMAH
Masalah qunut Shubuh terus-menerus adalah masalah yang sudah lama dan sudah sering dibicarakan orang, sejak dari zaman tabi’in sampai kini masalah ini masih saja ramai diperbincangkan oleh para ulama, ustadz, kyai dan orang-orang awam.

Ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa qunut Shubuh itu sunnah, bahkan ada pula yang berpendapat bahwa qunut itu bagian dari shalat, apabila tidak diker-jakan, maka shalatnya tidak sempurna, bahkan mereka katakan harus sujud sahwi.

Ada pula yang berpendapat bahwa qunut Shubuh itu tidak boleh dikerjakan, bahkan ada pula yang berpendapat bahwa qunut Shubuh itu bid’ah. Masalah-masalah ini selalu dimuat di kitab-kitab fiqih dari sejak dahulu sampai hari ini.

Oleh karena itu, saya tertarik untuk membawakan hadits-hadits yang dijadikan dasar pegangan bagi mereka yang berpendapat qunut Shubuh itu sunnah atau bagian dari shalat, setelah saya bawakan pendapat para ulama-ulama yang melemahkannya dan keterangan dari para Shahabat ridhwanullahu ‘alaihim jami’an tentang masalah ini.

Sebelumnya, saya terangkan terlebih dahulu beberapa kaidah yang telah disepakati oleh para ulama:

[1]. Masalah ibadah, hak tasyri’ adalah hak Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
[2]. Pokok dasar dalam pelaksanaan syari’at Islam adalah al-Qur-an dan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sah, menurut pemahaman para Shahabat radhi-yallahu ‘anhum.
[3]. Hadits-hadits dha’if tidak boleh dipakai untuk masalah ibadah atau untuk fadhaa-ilul a’maal, dan ini meru-pakan pendapat yang terkuat dari para ulama.
[4]. Pendapat para ulama dan Imam Madzhab hanyalah sekedar penguat dari nash-nash yang sudah sah, dan bukannya menjadi pokok.
[5]. Banyaknya manusia yang melakukan suatu amalan bukanlah sebagai ukuran kebenaran, maksudnya: Jangan menjadikan banyaknya orang sebagai standar kebenaran, karena ukuran kebenaran adalah al-Qur-an dan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sah.

Di dalam al-Qur-an Allah berfirman:

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah ber-dusta (terhadap Allah).” [Al-An’aam: 116]

Hadits-Hadits POPULER yang DHOIF






1 أَبْغَضُ الْحَلاَلِ إِلَى اللهِ الطَّلاَقِ
Barang halal yang paling dibenci Allah adalah talaq (perceraian).

Hadis ini dla’if (lemah), al-Ilal al-Mutanahiyah.
... Ibnu al-Jauzi, 2:1056; adz-Dzakhirah,1:23

اتَّقُوْا فِرَاسَةَ الْمُؤْمِنِ فَإِنَّهُ يَنْظُرُ بِنُوْرِ اللهِ 2
Berhati-hatilah terhadap firasat orang mukmin, karena sesungguhnya ia melihat dengan cahaya Allah.

Hadis ini dla’if.
Tanzih asy-Syari’ah, al-Kanani, 2:305; al-Maudlu’at, ash-Shaghani, 74

3 اخْتِلاَفُ أُمَّتِي رَحْمَةٌ
Perbedaan pendapat di kalangan ummatku adalah rahmat.

Hadis ini Maudlu’.

Hukum ucapan "Sesungguhnya Allah berada di setiap tempat (dimana-mana)


Pertanyaan:
Saya teringat sebuah kisah di salah satu stasiun radio saat salah seorang anak bertanya kepada ayahnya tentang Allah, lalu sang ayah menjawab bahwa Allah berada di setiap tempat (di mana-mana). Pertanyaan yang ingin saya ajukan, "Bagaimana hukum syariat terhadap jawaban yang seperti ini?"
 
Jawaban:
Itu adalah jawaban yang batil dan termasuk ucapan ahli bid'ah seperti Jahmiyyah, Mu'tazilah dan orang yang sejalan dengan madzhab mereka.
Jawaban yang tepat dan sesuai dengan manhaj Ahlussunnah wal Jamaah adalah bahwa Allah Subhanahu Wa Ta'ala berada di langit, di Arasy, di atas seluruh makhlukNya dan ilmuNya meliputi semua tempat sebagaimana yang didukung oleh ayat-ayat al-Qur'an, hadits-hadits Nabi dan ijma' ulama Salaf. Di dalam al-Qur'an, Allah berfirman,
"Sesungguhnya Rabb kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arsy." (Al-A'raf: 54).
Hal ini ditegaskan oleh Allah dengan mengulang-ulangnya dalam enam ayat yang lain di dalam kitabNya.
Makna istiwa' menurut Ahlussunnah adalah tinggi dan naik di atas Arasy sesuai dengan keagungan Allah Subhanahu Wa Ta'ala , tidak ada yang mengetahui caranya selainNya. Hal ini sebagaimana ucapan Imam Malik ketika ditanya tentang hal itu,

اَلاِسْتِوَاءُ مَعْلُوْمٌ، وَالْكَيْفُ مَجْهُوْلٌ، وَاْلإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ، وَالسَّؤُالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ
"(Yang namanya) Istiwa' itu sudah dimaklumi sedangkan caranya tidak diketahui, beriman dengannya adalah wajib dan bertanya tentangnya adalah bid'ah."
Yang dimaksud oleh beliau adalah bertanya tentang bagaimana caranya. Ucapan semakna berasal pula dari syaikh beliau, Rabiah bin Abdurrahman. Demikian juga sebagaimana yang diriwayatkan dari Ummu Salamah. Ucapan semacam ini adalah pendapat seluruh Ahlussunnah; para sahabat dan para tokoh ulama Islam setelah mereka.
Allah telah menginformasikan dalam ayat-ayat yang lain bahwa Dia berada di langit dan di ketinggian, seperti dalam firman-firmanNya,
"Maka putusan (sekarang ini) adalah pada Allah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar." (Ghafir: 12).
"KepadaNyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shalih dinaikkanNya." ( Fathir: 10).
"Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Mahatinggi lagi Mahabesar." (Al-Baqarah: 255).
"Apakah kamu merasa terhadap Allah yang di langit bahwa Dia menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang, atau apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatanKu." (Al-Mulk: 16-17).
Allah telah menjelaskan secara gamblang dalam banyak ayat di dalam kitabNya yang mulia bahwa Dia berada di langit, di ketinggian dan hal ini selaras dengan indikasi ayat-ayat seputar 'istiwa''.
Dengan demikian, diketahui bahwa perkataan ahli bid'ah bahwa Allah Subhanahu Wa Ta'ala berada di setiap tempat (di mana-mana) tidak lain adalah sebatil-batil perkataan. Ini pada hakikatnya adalah madzhab 'al-Hulul' (semacam reinkarnasi-penj.) yang diada-adakan dan sesat bahkan merupakan kekufuran dan pendustaan terhadap Allah Subhanahu Wa Ta'ala serta pendustaan terhadap RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam di mana secara shahih bersumber dari beliau menyatakan bahwa Rabbnya berada di langit, seperti sabda beliau,

أَلاَ تَأْمَنُوْنِيْ وَأَنَا أَمِيْنُ مَنْ فِي السَّمَاءِ؟
"Tidakkah kalian percaya kepadaku padahal aku ini adalah amin (orang kepercayaan) Dzat Yang berada di langit?" (Shahih al-Bukhari, kitab al-Maghazi, no. 4351; Shahih Muslim, kitab az-Zakah, no. 144, 1064).
Demikian pula yang terdapat di dalam hadits-hadits tentang Isra' dan Mi'raj serta selainnya.
Rujukan:
Majalah ad-Da'wah, vol.1288, Fatwa Syaikh Ibnu Baz.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 1, penerbit Darul Haq.

Friday 11 November 2011

Aku Adalah Orang Yang Paling Bahagia Sedunia

   
     Bismillah walhamdulillah,sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah untuk junjungan kita Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluarga dan para sahabatnya.
     Hari ini,tepatnya tanggal 10 November yaitu selepas kepulanganku dari Madinah.Aku adalah orang yang paling bahagia sedunia.Betapa tidak,hal yang didamba-dambakan,hal yang diimpi-impikan oleh kaum Muslimin seluruh dunia (termasuk juga aku),aku telah mendapatkannya,aku telah mengerjakannya yaitu ibadah Hajji.
    Biar susah payah sungguh,mengingat-Mu penuh seluruh (bait syair Chairil Anwar).Seperti itulah perasaanku saat ini.Sepuluh hari penuh,alhamdulillah semuanya selesai tepat pada waktunya,tidak ada hambatan dan halangan  yang berarti.Tiga juta manusia lebih berkumpul di satu waktu di satu tempat,MasyaAllah tak terbayang olehku....



    Dengan ilmu,do'a dan perjuangan yang tiada henti Allah memanggilku,mengijabahi untuk berHajj ke Rumah-Nya di Bakkah/Makkah disitulah Qiblat seluruh kaum muslimin sedunia.
Ya Allah...Semoga Mabrur Hajji yang kujalani.Imam Ibnu Katsir berkata:"Amal ibadah akan diterima bila memenuhi 2 Syarat,yaitu:
 1.Ihlas kerana Allah
 2.Sesuai dengan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
   Jika tidak memenuhi kedua syarat tersebut maka amalnya tidak diterima.Misalnya yang dikerjakan ihlas karena Allah tapi tidak sesuai dengan sunnah maka tidak diterima,begitu pula sebaliknya amal yang dikerjakan sesuai dengan sunnah tapi tidak ihlas karena Allah,maka amalan itu pun tertolak Jadi amalan akan diterima oleh Allah jika memenuhi dua syarat tersebut."
Satu niat berjuta harapan,berjuta permohonan.
 Puji Syukur kepada Allah tak terhingga.Alhamdulillah......